Dalam kehidupan sehari-hari, sering kali kita menjumpai penggunaan kata “absensi” dan “presensi” dalam berbagai konteks, terutama di lingkungan pendidikan, perkantoran, dan kegiatan organisasi. Namun ironisnya, dua istilah yang tampak sederhana ini sering kali dipakai secara terbalik, menimbulkan kekeliruan yang seolah sudah menjadi hal lumrah. Banyak orang, bahkan dalam dokumen resmi sekalipun, mencantumkan frasa seperti “mengisi absensi” ketika yang dimaksud sebenarnya adalah “mengisi presensi.” Kekeliruan ini tidak hanya menunjukkan kurangnya pemahaman terhadap makna kata, tetapi juga mengindikasikan lemahnya perhatian terhadap ketepatan bahasa dalam komunikasi formal.
Menggunakan istilah yang tepat bukan sekadar soal tata bahasa, tetapi juga berkaitan dengan profesionalisme dan kejelasan pesan. Salah satu elemen penting dalam komunikasi yang baik adalah kemampuan memilih kata yang sesuai dengan makna sebenarnya. Oleh karena itu, pemahaman terhadap perbedaan makna kata “absensi” dan “presensi” menjadi sangat penting, terutama dalam dunia pendidikan dan administrasi perkantoran yang sangat mengandalkan ketepatan dalam dokumentasi dan komunikasi. Artikel ini ditulis dengan tujuan memberikan penjelasan yang jelas dan ringkas mengenai perbedaan antara kedua istilah tersebut, disertai contoh penggunaannya agar pembaca tidak lagi bingung atau keliru dalam pemakaian.
Salah satu masalah utama yang sering terjadi adalah kebingungan dalam penggunaan istilah “absensi” dan “presensi.” Di berbagai kesempatan, baik dalam pidato, pengumuman, maupun surat-menyurat, kita mendengar atau membaca orang menyebutkan “mengisi absensi” untuk menunjukkan bahwa seseorang hadir dalam suatu kegiatan. Padahal secara etimologis dan maknawi, kata “absensi” justru merujuk pada ketidakhadiran. Kekeliruan ini bukan hanya terjadi di kalangan siswa atau masyarakat awam, tetapi juga sering ditemukan di kalangan profesional. Di ruang rapat, misalnya, tidak jarang terdengar instruksi seperti “tolong kumpulkan absensi peserta,” padahal maksudnya adalah mencatat kehadiran peserta yang hadir.
Masalah menjadi lebih serius ketika kesalahan ini masuk ke ranah formal seperti dokumen sekolah, surat dinas, atau laporan kegiatan. Penulisan “Daftar Presensi Siswa” sering kali digunakan untuk menyebut daftar siapa saja yang tidak hadir, padahal istilah tersebut secara bahasa berarti daftar kehadiran. Ketidaksesuaian konteks ini dapat menimbulkan ambiguitas dan mengurangi kredibilitas dokumen resmi. Jika tidak segera dikoreksi, kesalahan ini bisa menjadi kebiasaan yang meluas dan berdampak pada mutu komunikasi formal di berbagai institusi.
Langkah awal untuk memahami penggunaan kedua istilah ini adalah dengan mengenal arti kata “absensi.” Dalam bahasa Indonesia, “absensi” berasal dari kata dasar “absen” yang berarti tidak hadir. Kata ini merujuk pada catatan mengenai siapa saja yang tidak hadir dalam suatu kegiatan atau pertemuan. Maka, ketika seseorang mengatakan “mengisi absensi,” secara logika ia sedang mengatakan bahwa dirinya tidak hadir, padahal kenyataannya ia datang dan hadir secara fisik. Inilah kekeliruan logis yang sering terjadi.
Sebaliknya, kata “presensi” berasal dari kata bahasa Inggris “presence” yang berarti kehadiran. Dalam konteks kegiatan resmi atau administrasi, presensi digunakan untuk mencatat siapa saja yang hadir. Dengan demikian, jika seseorang datang dalam rapat dan mencatatkan namanya, maka ia sedang melakukan presensi, bukan absensi. Mengatakan “mengisi presensi” adalah bentuk penggunaan yang tepat dan sesuai konteks. Di sinilah pentingnya memahami akar kata agar penggunaan istilah menjadi tepat sasaran.
Perbedaan mendasar antara kedua kata tersebut terletak pada fokus informasi yang ingin disampaikan. Absensi menyoroti siapa yang tidak datang atau tidak terlibat dalam kegiatan tertentu, sementara presensi mencatat siapa yang datang dan ikut serta. Keduanya memiliki fungsi administratif yang berbeda, dan keduanya sama-sama penting dalam pencatatan kehadiran. Namun, penggunaannya tidak bisa saling menggantikan karena perbedaan makna yang bertolak belakang.
Dengan memahami perbedaan tersebut, masyarakat diharapkan dapat menggunakan kedua istilah itu secara tepat dalam kalimat. Misalnya, dalam kalimat: “Guru mengambil absensi murid sebelum memulai pelajaran,” artinya guru mencatat siapa saja yang tidak hadir. Sementara itu, “Panitia mencatat presensi peserta seminar sebelum masuk ruangan,” menunjukkan bahwa panitia sedang mendata siapa saja yang hadir. Contoh-contoh seperti ini dapat membantu memperjelas penggunaan kata secara praktis dalam kehidupan sehari-hari.
Manfaat lain dari pemahaman yang tepat ini adalah meningkatnya keterampilan berbahasa formal, terutama dalam penyusunan dokumen administratif, surat menyurat resmi, dan laporan kegiatan. Bahasa adalah cerminan pikiran. Ketika seseorang mampu memilih kata yang tepat, maka ia menunjukkan ketelitian dan kecermatan berpikir. Ini penting tidak hanya bagi guru dan siswa, tetapi juga bagi para profesional di berbagai bidang pekerjaan.
Selain itu, ketepatan dalam penggunaan istilah seperti “absensi” dan “presensi” juga dapat mencegah kesalahan komunikasi yang tidak perlu. Salah memilih kata bisa menyebabkan salah tafsir, apalagi jika terjadi dalam konteks formal seperti rapat dinas atau surat keputusan. Ketika istilah-istilah administratif digunakan secara keliru, bukan tidak mungkin akan terjadi kerancuan dalam pelaksanaan kegiatan yang berujung pada tidak efektifnya proses kerja.
Sebagai kesimpulan, dapat ditegaskan bahwa meskipun terdengar mirip dan sering digunakan bergantian, “absensi” dan “presensi” memiliki makna yang sangat berbeda. Absensi menunjukkan catatan ketidakhadiran, sedangkan presensi menunjukkan catatan kehadiran. Kedua istilah ini sebaiknya digunakan secara tepat sesuai konteks agar pesan yang disampaikan menjadi jelas dan tidak menimbulkan salah paham. Penggunaan istilah yang tepat juga menunjukkan profesionalisme dan kemampuan berbahasa yang baik.
Untuk itu, para pendidik memiliki peran penting dalam memperkenalkan dan mengajarkan perbedaan ini sejak dini. Siswa perlu diberi pemahaman bahwa penggunaan kata yang keliru bukan hanya soal bahasa, tetapi juga mencerminkan pola pikir yang tidak tepat. Kepada pegawai atau karyawan, penggunaan istilah yang sesuai sangat penting dalam menunjang kelancaran administrasi dan komunikasi perkantoran. Dan bagi masyarakat umum, kebiasaan meneliti dan memahami makna kata sebelum menggunakannya akan sangat membantu membangun citra pribadi yang profesional dan berwibawa.
Dengan demikian, memahami dan menggunakan istilah “absensi” dan “presensi” secara tepat bukan hanya memperkaya kosakata, tetapi juga membangun budaya komunikasi yang lebih cermat, efektif, dan profesional dalam kehidupan sehari-hari. Mari kita mulai dari hal kecil ini untuk mewujudkan komunikasi yang lebih baik dan berkelas.
Penulis : Siti Salamah, Guru Bahasa Indonesia SMKN 3 Jepara
