Anak-anak SMK Negeri 10 Semarang kembali menorehkan prestasi gemilang dalam Lomba Karya Ilmiah di Politeknik Pekerjaan Umum Jawa Tengah baru-baru ini. Kemenangan ini bukan sekadar catatan dalam daftar prestasi sekolah, melainkan simbol perubahan besar yang telah berlangsung beberapa tahun terakhir. Apa yang membuat sebuah sekolah mampu bangkit dari keterpurukan dan menjadi pusat inovasi? Pertanyaan ini menggelitik banyak pihak yang penasaran dengan perjalanan SMK Negeri 10 Semarang tersebut. Sebab, yang kita saksikan hari ini bukanlah hasil instan, melainkan buah dari proses panjang yang sarat dengan tantangan, refleksi, dan keberanian untuk berubah.
“Pendidikan bukan sekadar transfer ilmu, tapi proses membentuk cara berpikir dan karakter.” Ungkapan ini seolah menjadi napas dalam setiap langkah transformasi di SMK Negeri 10 Semarang. Sekolah yang dulu dikenal dengan berbagai masalah—rendahnya motivasi belajar, minim prestasi, serta tantangan kedisiplinan siswa—kini justru dipandang sebagai salah satu contoh nyata bahwa perubahan bisa diwujudkan bila ada tekad, visi, dan strategi yang jelas.
Masa lalu sekolah ini memang tidak mudah. Lingkungan belajar terjebak dalam pola pasif, guru mengajar dengan cara yang nyaris sama dari tahun ke tahun, sementara siswa kurang memiliki kepercayaan diri untuk bermimpi lebih besar. Tidak sedikit yang menganggap sekolah ini hanya sebagai tempat menuntaskan kewajiban belajar, bukan ruang untuk berkembang. Namun, titik balik terjadi ketika kepemimpinan baru hadir dengan gagasan segar. Kepala sekolah menyadari bahwa untuk bangkit, langkah pertama bukanlah menambah fasilitas atau membuat program mewah, melainkan mengubah dari dalam: mindset, sistem, dan budaya.
Langkah awal adalah mengubah cara pandang guru. Pendidikan modern menuntut guru tidak lagi berperan hanya sebagai penyampai materi, tetapi juga sebagai fasilitator riset dan pembimbing eksplorasi pengetahuan. Melalui berbagai pelatihan, guru-guru didorong untuk meninggalkan zona nyaman. Mereka diperkenalkan pada strategi pembelajaran reflektif, metode inovatif, serta pentingnya menumbuhkan daya kritis siswa. Perlahan, guru mulai memahami bahwa keberhasilan pembelajaran bukan diukur dari berapa banyak materi yang tersampaikan, tetapi dari seberapa jauh siswa berani bertanya, mencoba, dan menemukan jawaban mereka sendiri. Hasil pengubahan cara pandang guru dapat dilihat dari keberhasilan SMK Negeri 10 Semarang mendapatkan Award dari Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I sebagai Juara 1 Sekolah Penyumbang Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Terbanyak.
Transformasi berlanjut pada sistem pembelajaran. SMK Negeri 10 Semarang mulai menerapkan pembelajaran berbasis proyek dan riset. Alih-alih hanya menghafal rumus atau prosedur, siswa diajak untuk meneliti, memecahkan masalah nyata, dan menghasilkan karya yang relevan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan ini membangkitkan rasa ingin tahu mereka. Proyek-proyek sederhana seperti penelitian kualitas air, pemanfaatan limbah, hingga desain inovasi teknologi tepat guna menjadi ruang belajar yang menyenangkan sekaligus menantang. Dengan cara ini, sekolah berhasil menciptakan atmosfer di mana eksplorasi, kreativitas, dan kolaborasi menjadi kebiasaan sehari-hari.
Tidak hanya itu, sekolah juga menumbuhkan jiwa kompetisi. Melalui program pembimbingan intensif, siswa diberi ruang untuk menguji gagasan mereka, bersaing secara sehat, dan belajar dari kegagalan. Program ini bukan sekadar pembimbingan biasa, tetapi latihan mental untuk menghadapi ajang yang lebih besar di luar sekolah. Dari sinilah semangat untuk berkompetisi di tingkat kota, provinsi hingga nasional tumbuh. Keikutsertaan aktif dalam lomba karya ilmiah, teknologi, dan inovasi bukan hanya soal mencari piala, melainkan membentuk mental juara yang siap menghadapi tantangan masa depan.
Hasil nyata mulai tampak. Kemenangan dalam Lomba Karya Ilmiah di Politeknik PU menjadi salah satu tonggak sejarah baru sekolah ini. Siswa-siswa yang dulu ragu kini tampil percaya diri mempresentasikan gagasan mereka di hadapan dewan juri. Mereka menunjukkan bahwa anak-anak SMK bukan hanya mampu bekerja dengan keterampilan praktis, tetapi juga berpikir kritis dan kreatif. Prestasi ini semakin mengangkat citra sekolah di mata masyarakat. Orang tua mulai melihat bahwa SMK Negeri 10 Semarang bukan lagi sekolah “biasa”, melainkan tempat yang membentuk generasi inovatif.
Perubahan tidak berhenti di situ. Guru-guru mulai aktif menulis dan mempublikasikan hasil riset tindakan kelas. Website sekolah yang dulu sepi kini ramai oleh artikel, laporan kegiatan, hingga karya siswa. Ekosistem akademik yang sehat perlahan tumbuh, menghubungkan siswa, guru, dan masyarakat dalam jejaring pengetahuan yang dinamis.
Refleksi dari para siswa menjadi bukti betapa besar dampak transformasi ini. Seorang siswa berkata, “Dulu saya tidak percaya diri, sekarang saya ingin jadi peneliti.” Ungkapan sederhana ini menunjukkan pergeseran mentalitas yang fundamental. Mereka tidak lagi melihat diri mereka hanya sebagai lulusan yang siap kerja, tetapi juga sebagai individu yang mampu menciptakan pengetahuan baru. Kepala sekolah pun menyampaikan harapannya, menjadikan SMK Negeri 10 Semarang sebagai sekolah berbasis riset yang dapat melahirkan lulusan berdaya saing tinggi, baik di dunia kerja maupun dunia akademik.
Rencana ke depan sudah disusun. Sekolah ingin mereplikasi model ini ke sekolah-sekolah lain, membuka pintu kolaborasi dengan kampus dan industri, serta memperkuat jejaring kemitraan. Sinergi ini diyakini dapat melipatgandakan dampak positif, tidak hanya bagi siswa SMKN 10 Semarang, tetapi juga bagi pendidikan vokasi di Indonesia secara keseluruhan.
Ajakan pun ditujukan kepada sekolah lain: “Berani berubah adalah langkah pertama menuju masa depan yang lebih baik.” Perubahan memang seringkali terasa berat, penuh risiko, dan membutuhkan kesabaran. Namun, kisah SMK Negeri 10 Semarang membuktikan bahwa ketika semua pihak berkomitmen, hasilnya akan sepadan. Prestasi yang diraih hari ini bukanlah tujuan akhir, melainkan bukti bahwa proses pembelajaran telah berjalan dengan baik dan bermakna.
Transformasi sekolah ini adalah cermin bahwa pendidikan sejati adalah tentang menyalakan api keinginan belajar, bukan sekadar memadamkan dahaga sesaat. Semangat inovasi, keberanian mencoba, dan budaya refleksi akan terus menjadi fondasi bagi langkah ke depan. Dari keterpurukan menuju kejayaan, perjalanan SMK Negeri 10 Semarang adalah kisah inspiratif tentang bagaimana perubahan bisa diwujudkan ketika semua orang berani bermimpi dan bekerja bersama.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, M.Pd, Kepala SMK Negeri 10 Semarang dan Fasilitator Pembelajaran Mendalam BBGTK Jawa Tengah.
Beri Komentar