Jumat, 12-09-2025
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat

Pendidikan Sejati adalah Menyalakan Api Keinginan untuk Belajar

Diterbitkan : Kamis, 17 April 2025

Bapak/Ibu Yth.
Jangan lewatkan kesempatan belajar materi bermanfaat tentang Membuat Lagu Tanpa Punya Dasar Musik.
Sabtu, 03 Mei 2025
09.00 WIB-Selesai

Materi Webinar
1. Membuat lagu dari berbagai genre
2. Menemukan tema lagu yang menarik
3. Membuat lirik lagu
4. Mengemas lagu buatan sendiri

Daftar sekarang ke nomor ini : 081390220602

Selama bertahun-tahun, pendidikan sering kali dipahami secara sempit sebagai proses satu arah: guru menyampaikan materi, siswa mencatat dan menghafal. Ruang kelas menjadi tempat di mana informasi ditransfer dari kepala guru ke kepala murid, seakan-akan tugas utama pendidikan hanyalah memindahkan pengetahuan sebanyak mungkin. Dalam sistem seperti ini, nilai ujian menjadi tolok ukur utama keberhasilan, sementara proses belajar yang sebenarnya—yang penuh rasa ingin tahu, eksplorasi, dan pengalaman—sering kali diabaikan.

Padahal, ketika pendidikan hanya menekankan pada hafalan dan penguasaan materi, ia kehilangan ruhnya yang sejati. Pendidikan bukan sekadar mengisi kepala dengan data, tetapi seharusnya mampu menyentuh hati dan membentuk karakter. Anak-anak tidak hanya butuh tahu apa, tetapi juga mengapa dan bagaimana. Mereka perlu diajak berpikir, bukan hanya disuruh mengingat. Ketika rasa ingin tahu tidak dirawat, semangat belajar pun memudar, dan belajar menjadi beban, bukan petualangan.

Pendidikan sejati justru terletak pada kemampuannya membangkitkan semangat belajar yang datang dari dalam diri siswa. Ia tidak mendorong karena paksaan, tapi menarik karena keingintahuan. Di sinilah pendidikan menemukan maknanya: ketika belajar menjadi pengalaman bermakna, saat anak merasa terlibat, dihargai, dan diberdayakan. Pendidikan sejati bukan soal seberapa banyak yang diketahui, tapi seberapa dalam seseorang terdorong untuk terus mencari tahu.

 

Pendidikan Sejati: Bukan Sekadar Transfer Informasi

Dalam banyak ruang kelas, pendidikan masih berjalan dalam pola lama: guru bicara, murid mencatat; guru bertanya, murid menjawab sesuai buku. Sistem pendidikan tradisional masih sangat berorientasi pada hafalan dan ujian. Tujuan utamanya seolah hanya satu—mengantarkan siswa pada nilai tinggi dan kelulusan. Tak heran, banyak anak belajar hanya untuk lulus ujian, bukan untuk memahami atau menikmati prosesnya. Pendidikan semacam ini menjadikan murid sebagai penerima pasif informasi, bukan subjek aktif yang menemukan dan membentuk pengetahuannya sendiri.

Penekanan yang berlebihan pada hasil akhir membuat proses belajar kehilangan makna. Anak-anak yang seharusnya tumbuh dengan rasa ingin tahu justru tertekan oleh tuntutan angka dan peringkat. Mereka belajar bukan karena ingin tahu, melainkan karena takut gagal. Dalam sistem seperti ini, kegagalan dianggap aib, bukan bagian dari proses tumbuh. Padahal, esensi belajar sejati terletak pada keberanian mencoba, bahkan jika itu berarti harus gagal dulu sebelum paham.

Kesadaran baru tentang pendidikan kini mulai tumbuh. Pendidikan sejati bukan sekadar menjejalkan rumus, definisi, atau teori ke dalam kepala anak-anak. Ia adalah proses yang lebih dalam dan menyeluruh—yang menyentuh akal sekaligus nurani. Pendidikan yang baik tidak hanya melatih ingatan, tapi juga membentuk karakter dan semangat belajar seumur hidup. Anak-anak tidak seharusnya merasa terpaksa untuk belajar; mereka seharusnya merasa terdorong oleh keingintahuan alami mereka.

Maka, tugas pendidikan sejati adalah menciptakan lingkungan yang membuat anak-anak merasa nyaman untuk bertanya, tertarik untuk mencoba, dan percaya diri untuk mengeksplorasi. Lingkungan belajar yang sehat adalah ruang yang memberi ruang untuk berpikir bebas, berdiskusi terbuka, dan belajar dari kesalahan. Ketika suasana ini hadir, semangat belajar akan tumbuh bukan karena tekanan, tapi karena dorongan dari dalam diri. Di sinilah pendidikan menemukan makna sejatinya: bukan mentransfer informasi, melainkan menyalakan semangat untuk terus belajar sepanjang hayat.

 

Menumbuhkan Rasa Ingin Tahu sebagai Fondasi

Segala proses belajar yang bermakna selalu bermula dari satu hal sederhana: rasa ingin tahu. Ia adalah bahan bakar utama yang menggerakkan manusia untuk belajar, menjelajah, dan menemukan. Tanpa rasa ingin tahu, belajar menjadi aktivitas mekanis yang hampa makna. Sebaliknya, ketika rasa ingin tahu tumbuh subur, anak-anak akan dengan sendirinya terdorong untuk memahami dunia di sekeliling mereka, bukan karena disuruh, tetapi karena benar-benar ingin tahu.

Rasa ingin tahu tidak hanya memperkaya pengetahuan, tapi juga menumbuhkan kemampuan berpikir kritis dan mandiri. Anak-anak yang memiliki rasa ingin tahu tinggi cenderung lebih kreatif dan inovatif. Mereka tidak puas hanya dengan jawaban permukaan; mereka menggali lebih dalam, mempertanyakan hal-hal yang tak terlihat, dan berani bereksperimen dengan ide-ide baru. Di sinilah letak kekuatan pendidikan yang sejati: mendorong anak untuk menemukan, bukan hanya menerima.

Namun, rasa ingin tahu bukan sesuatu yang tumbuh begitu saja—ia perlu dirawat. Salah satu cara efektif untuk menumbuhkannya adalah dengan mengajukan pertanyaan terbuka yang menantang pemikiran. Pertanyaan seperti “Mengapa langit biru?” atau “Bagaimana kita tahu bumi bulat?” jauh lebih memantik rasa ingin tahu daripada sekadar memberi informasi siap pakai. Guru dan orang tua dapat menjadi pemantik pemikiran dengan lebih sering memancing diskusi daripada memberi jawaban tunggal.

Selain itu, anak-anak perlu diberi ruang untuk bereksperimen dan menarik kesimpulan sendiri. Alih-alih langsung mengoreksi kesalahan, biarkan mereka menjelajah, mencoba, dan bahkan gagal. Justru dari kegagalan itulah sering kali lahir pemahaman yang lebih dalam. Ketika anak merasa aman untuk bertanya dan mencoba, mereka akan tumbuh menjadi pembelajar sejati—yang tidak takut salah, tapi takut berhenti bertanya.

Ajakan untuk selalu bertanya “mengapa” dan “bagaimana” seharusnya menjadi budaya dalam proses pendidikan. Dua kata itu adalah jendela menuju dunia yang lebih luas. Anak yang dibiasakan untuk bertanya akan terbiasa berpikir. Dan anak yang terbiasa berpikir akan tumbuh menjadi pribadi yang tak hanya cerdas, tapi juga memiliki rasa haus akan pengetahuan yang tak pernah padam. Itulah fondasi sejati pendidikan yang harus kita bangun bersama.

 

Membangkitkan Semangat Belajar

Belajar yang sesungguhnya tidak lahir dari paksaan, melainkan dari semangat. Ketika semangat belajar tumbuh, anak-anak akan mengejar ilmu dengan sukacita, bukan karena kewajiban, melainkan karena keinginan. Di sinilah peran guru menjadi sangat vital. Guru bukan hanya penyampai materi pelajaran, melainkan pemantik semangat, penebar inspirasi, dan teladan bagi murid-muridnya.

Seorang guru yang penuh antusiasme terhadap ilmu pengetahuan akan secara alami menularkan semangat itu kepada siswanya. Cara guru berbicara, menyampaikan materi, memberi contoh, dan merespons pertanyaan bisa menjadi jembatan yang menghubungkan rasa ingin tahu murid dengan dunia ilmu yang luas. Ketika guru menunjukkan bahwa belajar adalah sesuatu yang menyenangkan, bermakna, dan tak pernah habis untuk dijelajahi, anak-anak pun akan terpikat untuk ikut menekuninya.

Namun semangat belajar tidak bisa dibangkitkan dengan ceramah satu arah atau soal-soal hafalan semata. Anak-anak butuh terlibat secara aktif dalam proses belajar. Metode pembelajaran yang interaktif seperti diskusi kelompok, proyek kolaboratif, hingga pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning) terbukti mampu membuat siswa lebih antusias dan terlibat. Mereka belajar untuk bekerja sama, berpikir kritis, dan menyelesaikan masalah nyata—kemampuan yang jauh lebih penting dari sekadar menghafal jawaban.

Lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung juga menjadi kunci penting. Anak-anak perlu merasa aman untuk menyampaikan pendapat, bebas untuk bertanya, dan tidak takut salah. Ketika suasana belajar dibangun dengan penuh rasa saling menghargai, setiap anak akan merasa dirinya berarti. Mereka tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari teman-teman sekelas, dan dari pengalaman mereka sendiri.

Guru yang mampu membangkitkan semangat belajar adalah mereka yang hadir bukan sekadar memberi materi, tapi memberi makna. Mereka yang melihat potensi di balik setiap tatapan murid, dan sabar menyalakan nyala api kecil itu menjadi kobaran semangat belajar yang tak mudah padam. Dalam tangan guru-guru seperti inilah, semangat belajar akan terus hidup dan mengubah masa depan.

 

Mengubah Proses Belajar Menjadi Pengalaman Bermakna

Belajar seharusnya bukan sekadar kewajiban, apalagi beban. Belajar yang sejati adalah petualangan, sebuah perjalanan penuh kejutan yang mengajak anak-anak menjelajah dunia dengan rasa ingin tahu dan keterlibatan emosi yang dalam. Saat proses belajar dirancang sebagai pengalaman yang menyenangkan, anak-anak akan lebih mudah terhubung dengan materi dan terlibat secara aktif dalam prosesnya.

Bayangkan ruang kelas yang hidup—bukan sekadar tempat duduk dan papan tulis, tetapi laboratorium imajinasi. Di sana, teknologi digunakan untuk menjelajah planet-planet di tata surya, permainan edukatif melatih logika dan kreativitas, dan studi lapangan membuka jendela pada kehidupan nyata. Pembelajaran seperti ini tidak hanya menyentuh kepala, tapi juga hati. Anak-anak tidak lagi hanya mengingat, tetapi juga mengalami dan merasakan. Mereka tidak hanya tahu, tetapi mengerti.

Keterlibatan emosional dalam belajar sangat penting karena emosi adalah pintu masuk bagi memori dan pemahaman yang lebih dalam. Saat anak-anak merasakan bahwa belajar itu menyenangkan dan relevan dengan kehidupan mereka, motivasi pun tumbuh secara alami. Mereka tidak lagi belajar untuk ujian, melainkan untuk memuaskan rasa ingin tahu dan mengasah kemampuan.

Namun, agar belajar benar-benar menjadi pengalaman bermakna, penghargaan terhadap proses harus menjadi budaya. Terlalu sering kita terjebak dalam pola pikir yang hanya memuji hasil akhir: nilai sempurna, juara kelas, atau piala lomba. Padahal, kemajuan kecil seperti keberanian mengungkapkan pendapat, usaha keras menyelesaikan tugas sulit, atau ketekunan dalam belajar adalah hal-hal yang layak diapresiasi.

Anak-anak perlu tahu bahwa usaha mereka dihargai, bahwa jatuh dan bangkit lagi adalah bagian sah dari proses belajar. Apresiasi yang tulus atas proses akan menumbuhkan kepercayaan diri, semangat belajar yang berkelanjutan, dan keberanian untuk terus mencoba. Inilah yang membuat belajar menjadi perjalanan yang tidak hanya bermakna, tetapi juga membahagiakan. Sebab dalam setiap langkah kecil itu, sedang tumbuh manusia yang terus berkembang.

 

Pendidikan yang Memberdayakan adalah Menciptakan Generasi Mandiri

Pendidikan sejati tidak berhenti pada bangku sekolah, tak selesai ketika bel akhir pelajaran berbunyi. Ia melampaui sekadar pelajaran di buku teks atau hafalan rumus dan definisi. Tujuan utamanya bukan mencetak siswa yang tahu banyak, tetapi membentuk manusia yang mampu berpikir kritis, membuat keputusan bijak, dan bertindak secara mandiri dalam menghadapi tantangan hidup.

Dalam dunia yang terus berubah cepat, pengetahuan hari ini bisa jadi usang esok hari. Karena itu, yang lebih penting dari apa yang diketahui adalah kemampuan untuk terus belajar. Generasi masa depan harus tumbuh sebagai pembelajar seumur hidup—mereka yang tidak puas dengan apa yang sudah ada, tetapi selalu haus akan pemahaman baru, solusi baru, dan cara berpikir baru. Pendidikan sejati menyalakan semangat itu, bukan sekadar menyampaikan informasi, tapi membekali anak-anak dengan bekal berpikir, berkreasi, dan berdaya.

Individu yang punya keinginan belajar tinggi cenderung lebih adaptif, lebih terbuka, dan lebih siap menghadapi kompleksitas zaman. Mereka tidak takut perubahan, karena telah terbiasa untuk mencari tahu dan berinovasi. Kemampuan seperti ini menjadi kunci dalam menghadapi tantangan global—baik dalam dunia kerja, kehidupan sosial, maupun kontribusi pada masyarakat.

Lebih dari itu, generasi yang terbiasa belajar secara mandiri akan menjadi pendorong kemajuan peradaban. Mereka tidak hanya mengikuti arus, tetapi mampu menciptakan arus perubahan. Dari para pembelajar yang gigih inilah lahir inovasi teknologi, solusi sosial, hingga gerakan kemanusiaan yang membawa dunia ke arah lebih baik.

Pendidikan yang memberdayakan bukan hanya membekali anak dengan ilmu, tapi juga dengan kepercayaan diri bahwa mereka mampu membuat perubahan. Inilah warisan paling berharga: bukan ijazah, tapi api semangat belajar yang tak padam. Karena dari sanalah, masa depan dibangun—oleh generasi yang berpikir, merasa, dan bertindak dengan kesadaran penuh bahwa dunia selalu bisa menjadi tempat yang lebih baik.

Saat Anda membaca artikel ini, mari luangkan waktu sejenak untuk merenung: sudahkah kita menjadi bagian dari pendidikan yang sesungguhnya? Sudahkah kita menciptakan ruang aman dan menyenangkan bagi anak-anak untuk bertanya, mencoba, dan gagal tanpa takut dihakimi? Rasa ingin tahu adalah awal dari semua penemuan besar, dan tugas kita adalah menjaganya agar tetap menyala. Apresiasi atas usaha kecil mereka, bukan hanya hasil akhir, akan membangun rasa percaya diri dan semangat belajar yang tulus dari dalam diri.

Jika Anda merasa artikel ini memberi inspirasi, bagikan kepada orang lain—guru, orang tua, atau siapa pun yang peduli pada masa depan anak-anak kita. Pendidikan sejati bukan tanggung jawab satu pihak, tapi gerakan bersama untuk menciptakan generasi yang berpikir mandiri dan terus belajar sepanjang hayat.

Semoga tulisan ini menjadi pengingat bahwa pendidikan bukan sekadar proses formal, tapi alat pemberdayaan. Mari kita bersama-sama menyalakan api semangat belajar, karena di sanalah bermula perubahan yang akan menerangi masa depan.

Bumiayu, 17 April 2025

Penulis : Ardan Sirodjuddin, M.Pd, Kepala SMKN 10 Semarang daPenulis Buku Manajemen Mengelola Sekolah.

Buku yang sudah diterbitkan :

  1. Membangun Sekolah Rintisan Menjadi Sekolah Rujukan
  2. Membangun Sekolah Biasa Menjadi Luar Biasa
  3. Rahasia Membangun Sekolah Juara
  4. Kepala Sekolah yang Dirindukan
  5. Kiat Sukses Membangun Sekolah Unggul
  6. Pendekatan Deep Learning Dalam Pembelajaran

Buku dalam proses penyelesaian :

  1. Kepemimpinan Dalam Islam

 

Jika Anda tercerahkan dari tulisan ini mohon kiranya untuk bisa membantu penyelesaian pembangunan Masjid Baitul Iman SMK Negeri 10 Semarang dengan memberikan amal jariyah ke :

Bank Muamalat 

5010124623

Muslim Anwar Or Hesti Sulistiyowati

25 Komentar

Ifa Ludfiah
Kamis, 17 Apr 2025

Betul, Pak Ardan. Semoga kita senantiasa berkenan belajar dan bertumbuh

Balas
Nindar
Kamis, 17 Apr 2025

Menginspirasi

Balas
Dwi palupi
Kamis, 17 Apr 2025

Alhamdulillah
Luar biasa sangat menginspirasi kami sebagai pendidik …..

Balas
Sudjatmiko
Kamis, 17 Apr 2025

Membuat kita ter inspirasi dan termotivasi.

Balas
Djoko saputro
Kamis, 17 Apr 2025

Mantap dan luar biasa 👍🙏

Balas
Soedjatmiko
Kamis, 17 Apr 2025

Membuat kita semua termotivasi dan terinspirasi.

Balas
Yati
Kamis, 17 Apr 2025

Alhamdulillah, sangat menginpirasi bagi kita.

Balas
Suginah
Kamis, 17 Apr 2025

Luar biasa 👍👍

Balas
Soedjatmiko
Kamis, 17 Apr 2025

Membuat kita semua termotivasi dan terinspirasi selalu berubah dengan selalu belajar.

Balas
Dra.Warni
Kamis, 17 Apr 2025

Bagus sebagai inspirasi untuk meningkatkan dunia pendidikan dan menjadikan peserta didik menjadi pribadi yg mandiri untuk berekspresi dalam mengali ilmu dan menerapkannya dalam kehidupan sehari -hari.

Balas
Wiler Upik
Kamis, 17 Apr 2025

Luar biasa dan sangat menginspirasi.

Balas
Muslim Anwar
Kamis, 17 Apr 2025

Luar biasa dan menginspirasi.

Balas
Rodhatin
Kamis, 17 Apr 2025

Terinspiratif banget Pak

Balas
Yusuf Trisnawan,
Kamis, 17 Apr 2025

Selalu memotivasi dan memberi inspirasi hebat👍

Balas
Af'idatin
Kamis, 17 Apr 2025

Inspiratif 👍👍👍

Balas
Digna Palupi, S.Pd., M.Pd.
Kamis, 17 Apr 2025

Mantap dan menginspirasi bahwa pendidikan tanggung jawab bersama. Mari kita ciptakan semangat generasi yang berpikir mandiri dan terus belajar sepanjang hayat. Sukses selalu Pak Ardan.👍

Balas
Janto
Kamis, 17 Apr 2025

Mantap, dengan refleksi pengalaman akan menghasilkan pembelajaran yang lebih bermakna.

Balas
Suparman, S.Pd
Kamis, 17 Apr 2025

Luar biasa👍💯

Balas
Endang
Jumat, 18 Apr 2025

Luar biasa pendidikan bermakna luas sekali

Balas
johan h
Jumat, 18 Apr 2025

matur nuwun.. sangat menginspirasi.. Semangat atau keinginan untuk belajar sangat penting dan lebih krusial daripada sekadar proses belajar itu sendiri..

Balas
Hesti
Jumat, 18 Apr 2025

Luar biasa👍

Balas
Jumat, 18 Apr 2025

Alhamdulillah.. jazakallah Khoir bapak. Semoga Kita menjadi pembelajar sepanjang Hayat~~~

Balas
Suwarni
Jumat, 18 Apr 2025

Inspiratif, luar biasa 👍👍👍

Balas
Mohammad Yunan
Jumat, 18 Apr 2025

Pendidikan membentuk dan menciptakan peradaban pada generasi berikutnya,… Terimakasih pencerahan nya Pak Ardan

Balas
Arimurti Asmoro
Minggu, 20 Apr 2025

Terima kasih, Pak Ardan, mengingatkan kembali sebagai pembelajar yang menuntun pembelajar lain untuk saling melengkapi dan menghasilkan pembelajar yang baru.

Balas

Beri Komentar

Balasan