“Seorang pemimpin bukanlah mereka yang mencari jabatan, tetapi mereka yang merasa dipanggil untuk melayani.” Kutipan ini begitu dalam maknanya, terutama ketika kita membahas dunia pendidikan. Di tengah arus deras perubahan zaman yang membawa serta kemajuan teknologi, transformasi karakter generasi muda, dan meningkatnya ekspektasi masyarakat terhadap mutu pendidikan, posisi kepala sekolah bukan lagi sekadar jabatan administratif. Ia harus menjadi lokomotif perubahan, penjaga semangat belajar, dan penggerak nilai-nilai luhur pendidikan di lingkungan sekolah. Pertanyaannya, apakah semua kepala sekolah menyadari tanggung jawab ini? Atau masih banyak yang terjebak dalam rutinitas birokrasi dan tugas-tugas administratif tanpa makna mendalam?
Melalui artikel ini, kita akan membahas pentingnya personal calling—panggilan pribadi dalam diri seorang pemimpin—dalam membentuk kepemimpinan kepala sekolah yang bukan hanya efektif, tetapi juga bermakna. Sebuah pemahaman bahwa menjadi kepala sekolah bukan sekadar pekerjaan, melainkan panggilan jiwa untuk melayani, mendidik, dan memanusiakan anak-anak bangsa.
Personal calling adalah istilah yang mencerminkan bahwa seseorang merasa dipanggil untuk menjalani suatu peran bukan karena iming-iming jabatan atau materi, tetapi karena ada suara batin yang mendorongnya untuk mengabdi. Dalam konteks kepala sekolah, ini berarti menjalani peran kepemimpinan dengan sepenuh hati karena adanya keyakinan bahwa ia ditakdirkan untuk membawa perubahan positif dalam dunia pendidikan. Panggilan ini bukan hanya menyangkut pekerjaan, tapi bagian dari misi hidup.
Konsep personal calling sendiri memiliki akar dalam berbagai ajaran agama dan berkembang luas dalam kajian psikologi modern. Dalam pemikiran teologis, panggilan hidup adalah anugerah Tuhan yang harus dijalankan dengan penuh tanggung jawab. Dalam psikologi kontemporer, personal calling dianggap sebagai komponen penting dari kebahagiaan dan kepuasan kerja. Orang yang bekerja karena panggilan cenderung lebih bahagia, bertahan lebih lama dalam profesinya, dan lebih siap menghadapi tantangan.
Ciri-ciri orang yang bekerja berdasarkan panggilan jiwanya antara lain dedikasi yang tinggi, motivasi yang kuat dari dalam diri, serta kecenderungan untuk mencari makna dalam setiap tugas yang dijalankan. Ia lebih fokus pada kontribusi daripada kompensasi, lebih mementingkan proses daripada pencitraan. Dalam dunia pendidikan, pribadi seperti inilah yang sangat dibutuhkan, karena mengelola sekolah berarti mengelola masa depan.
Jabatan kepala sekolah bukanlah posisi yang ringan. Ia harus menjalankan tiga peran sekaligus: sebagai pemimpin, manajer, dan pendidik. Sebagai pemimpin, ia harus memiliki visi, menginspirasi, dan membangun budaya sekolah. Sebagai manajer, ia harus mampu mengelola sumber daya, membuat keputusan strategis, dan memastikan operasional berjalan dengan efisien. Sebagai pendidik, ia harus memahami dinamika pembelajaran, menjadi teladan, dan menjaga kualitas proses pendidikan.
Ketika kepala sekolah tidak memiliki panggilan pribadi dalam menjalankan perannya, yang terjadi adalah kepemimpinan yang kering, mekanistik, dan hanya berorientasi pada prosedur. Sekolah dikelola seperti pabrik, guru menjadi operator, dan siswa menjadi objek semata. Sebaliknya, kepala sekolah yang memiliki personal calling akan menjalankan perannya secara transformasional—ia menggerakkan, menginspirasi, dan menumbuhkan. Perbedaannya sangat terasa: guru menjadi lebih termotivasi, budaya sekolah menjadi lebih sehat, prestasi meningkat, dan kepercayaan masyarakat pun tumbuh.
Contoh nyata dari kepemimpinan berbasis personal calling bisa dilihat dari pengalaman seorang kepala sekolah di sebuah SMK di Jalan Kokrosono 75 Semarang. Ketika mulai memimpin pada Januari 2022, sekolah ini tengah berada dalam kondisi krisis. Citra buruk akibat aksi tawuran, puncaknya pada peristiwa 8 Desember 2022 yang viral secara nasional, membuat masyarakat enggan mempercayakan anak-anaknya bersekolah di sana. Input siswa rendah, banyak guru yang sudah kehilangan semangat, dan proses pembelajaran jauh dari kata menarik.
Namun kepala sekolah ini tidak menyerah. Ia justru melihat kondisi itu sebagai ladang pengabdian. Lahirnya strategi Pimpro Berbantuan Lidi menjadi bukti nyata bagaimana personal calling mendorong seorang pemimpin untuk mencari solusi yang kreatif dan kontekstual. Pimpro adalah singkatan dari Perbaikan Input dan Penguatan Proses yang diperkuat dengan Literasi dan Digitalisasi. Perbaikan input dilakukan melalui pendekatan langsung kepada orang tua, penandatanganan pakta integritas siswa, serta peningkatan jumlah siswi demi keseimbangan sosial di sekolah.
Sementara itu, penguatan proses dilaksanakan lewat tiga program besar: Kawal Bekerja, Kawal Kuliah, dan Kawal Wirausaha. Ketiganya dirancang untuk mempersiapkan siswa menghadapi masa depan sesuai minat dan potensi mereka. Guru pun tak luput dari perhatian: pelatihan rutin, workshop inovatif, hingga magang di industri menjadi bagian dari upaya peningkatan kapasitas. Seluruh manajemen sekolah diintegrasikan dengan sistem digital untuk efisiensi dan transparansi.
Hasilnya tidak main-main. Dalam waktu singkat, sekolah ini menjadi penyumbang konten terbanyak di website Cabang Dinas Pendidikan Wilayah I, peserta terbaik kedua dalam Diklat Manajerial Kepala Sekolah di BMTI Cimahi, hingga meraih predikat SMK Pusat Keunggulan pada tahun 2023 dan juara 2 Lomba Inovasi Sekolah tingkat provinsi. Tahun 2024, sekolah ini menyabet juara 2 Sekolah Berbudaya Sehat tingkat nasional, dan tahun 2025 mencatatkan 8 guru sebagai juara tingkat nasional dalam ajang GTK, sekaligus menyandang predikat sebagai Juara I Penyumbang GTK Terbanyak di wilayahnya.
Semua capaian tersebut tidak mungkin terwujud tanpa kekuatan personal calling. Keberanian kepala sekolah untuk menghadapi tantangan, konsistensinya dalam membangun sistem, serta ketekunannya dalam mendampingi seluruh warga sekolah adalah refleksi dari panggilan jiwa yang terus membara. Ia tidak melihat tantangan sebagai beban, tetapi sebagai kesempatan untuk memberi arti.
Lalu, bagaimana cara menemukan dan memelihara personal calling? Langkah pertama adalah melakukan refleksi diri. Setiap kepala sekolah perlu merenungkan kembali alasan awal mengapa ia memilih dunia pendidikan sebagai jalan hidupnya. Adakah momen-momen dalam hidupnya yang begitu bermakna dan membentuk panggilan batinnya? Apakah ia masih merasakan semangat yang sama saat pertama kali mengajar atau memimpin?
Langkah kedua adalah menjaga nyala itu tetap hidup. Caranya adalah dengan terus belajar, mengikuti pelatihan, membaca buku-buku inspiratif, dan terlibat dalam komunitas profesional. Komunitas menjadi penting karena dari sana muncul pertukaran ide, dukungan moral, dan semangat kebersamaan. Mentor atau panutan juga berperan penting dalam membentuk dan memperkuat personal calling. Melihat kiprah pemimpin pendidikan lain yang penuh dedikasi dapat menjadi cermin sekaligus motivasi.
Terakhir, tetap terhubung dengan peserta didik. Anak-anak adalah alasan utama mengapa sekolah ada. Berinteraksi dengan mereka, mendengar cerita dan harapan mereka, melihat perubahan positif yang terjadi—semua itu adalah bahan bakar emosional yang memperkuat panggilan jiwa seorang kepala sekolah. Dalam setiap tawa siswa yang belajar dengan bahagia, dalam setiap keberhasilan kecil mereka, kepala sekolah menemukan makna dan alasan untuk terus melayani.
Sebagai penutup, mari kita renungkan kembali: kepala sekolah adalah garda terdepan dalam membentuk masa depan bangsa. Mereka adalah penentu arah dan warna pendidikan di negeri ini. Karena itu, sangat penting bagi setiap kepala sekolah untuk menemukan dan hidup sesuai dengan personal calling-nya. Bukan hanya bekerja, tetapi melayani dengan hati, membangun dengan cinta, dan memimpin dengan nilai.
“Ketika kepala sekolah menemukan panggilan jiwanya, maka sekolah pun menjadi tempat lahirnya harapan-harapan besar.” Pendidikan bukanlah sekadar proses transfer pengetahuan, tetapi proses transformasi manusia. Dan di balik transformasi itu, berdirilah sosok kepala sekolah yang telah memilih jalan pengabdian bukan karena jabatan, tetapi karena panggilan.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, Kepala SMK Negeri 10 Semarang.
Masyaa Alloh Tabarakallah.
Sangat mendalam
Sangat menginspirasi…
SEGERA
Menyusul terlahir pemimpin pemimpin sekolah dengan personal calling diberbagai jenjang sekolah diberbagai lini dan berbagai tempat pendidikan….
Sehingga tergapai visi dan misi pendidikan secara menyeluruh…
Keren sekali pak Ardhan..panggilan jiwa adalah dasar landasan bagi apapun peran dan tanggung jawab di dunia ini..terima kasih motivasi dan inspirasinya..
Luar biasa, semoga dimudhalan semua urusannya pak CEO.
Beri Komentar