KUDUS — Dalam upaya menggali aspirasi masyarakat terkait penyelenggaraan layanan pendidikan di Jawa Tengah, Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Tengah bersama Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah menggelar kegiatan Jaring Aspirasi Pendidikan pada Senin (27/10/2025) di SMK Wisudha Karya, Kudus. Kegiatan yang berlangsung sejak pukul 08.00 hingga 13.00 WIB ini dihadiri oleh berbagai unsur masyarakat pendidikan, mulai dari kepala sekolah, guru, komite, hingga perwakilan orang tua siswa.
Salah satu topik utama yang dibahas dalam forum tersebut adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah menjadi perhatian nasional. Narasumber Prof. Dr. Rustono, M.Hum., menjelaskan secara komprehensif mengenai tujuan, sasaran, serta tantangan pelaksanaan program tersebut di lapangan. Menurutnya, MBG bukan sekadar program bantuan pangan, melainkan strategi nasional untuk membentuk generasi sehat dan unggul menuju Indonesia Emas 2045.
“Program Makan Bergizi Gratis bertujuan mengoptimalkan pertumbuhan anak selama 16 tahun pertama kehidupannya. Anak-anak yang sehat dan bergizi baik akan tumbuh menjadi generasi yang cerdas, terampil, berdaya saing, dan produktif secara ekonomi,” papar Prof. Rustono. Ia menambahkan bahwa selain mendukung pemberantasan kemiskinan ekstrem, program ini juga diharapkan mampu mempercepat pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan gender dalam jangka panjang.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024, sasaran program MBG mencakup peserta didik mulai dari PAUD, SD, SMP, SMA, SMK, hingga madrasah dan sekolah keagamaan, termasuk pesantren. Selain itu, program ini juga menyasar kelompok non-peserta didik seperti ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita. “Target nasional pada tahun 2025 mencapai 17,89 juta penerima, terdiri dari 15 juta anak sekolah dan santri, serta lebih dari 2 juta ibu dan balita,” jelasnya.
Pelaksanaan program MBG dipimpin oleh Badan Gizi Nasional dengan koordinasi lintas kementerian, terutama Kementerian Kesehatan. Dalam implementasinya, Dinas Kesehatan di tingkat provinsi, kabupaten, dan kota serta Puskesmas memiliki peran penting dalam pembinaan, pemantauan, dan evaluasi pelaksanaan di lapangan. Sementara sekolah, pesantren, dan komunitas berperan dalam distribusi, pelaporan, dan pengawasan harian.
Untuk menjamin keamanan pangan, penyedia makanan dalam program MBG wajib memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS) dan mengikuti 5 kunci keamanan pangan, yakni menjaga kebersihan, menggunakan bahan baku aman, memasak dengan benar, memisahkan pangan mentah dan matang, serta menyimpan pangan pada suhu aman. Tim Pengawas Keamanan Pangan juga dibentuk di sekolah-sekolah dengan melibatkan kepala sekolah, guru, orang tua, dan kader masyarakat.
Lebih lanjut, setiap penyedia makanan diwajibkan menyimpan sampel pangan selama 2×24 jam untuk keperluan investigasi jika terjadi kasus keracunan. Pelaporan insiden dilakukan melalui Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) atau kanal resmi Kementerian Kesehatan. “Kita memiliki Tim Gerak Cepat (TGC) yang akan langsung turun ke lapangan untuk melakukan investigasi dan mitigasi,” tambah Prof. Rustono.
Ia juga menyoroti pentingnya pelatihan bagi para penjamah pangan. “Semua penyaji makanan, baik dari jasa boga maupun dapur sekolah, wajib mengikuti pelatihan keamanan pangan selama delapan jam pelajaran untuk mendapatkan sertifikat. Ini menjadi dasar agar mereka memahami prosedur higienitas yang benar,” ujarnya.
Namun demikian, pelaksanaan program MBG masih menghadapi sejumlah tantangan, salah satunya adalah kekurangan tenaga sanitarian di tingkat Puskesmas. Berdasarkan data Kemenkes, sekitar 1.175 Puskesmas atau 11,5 persen belum memiliki tenaga sanitarian, terutama di wilayah Papua dan Jawa Barat. Kondisi ini, menurut Prof. Rustono, harus segera diatasi agar pengawasan di lapangan bisa berjalan maksimal.
“Program ini tidak sekadar memberikan makanan gratis, tapi memastikan makanan tersebut aman, bergizi, dan mendidik masyarakat untuk hidup sehat. Jika semua pihak terlibat aktif, maka MBG akan menjadi investasi besar bagi masa depan bangsa,” tutupnya optimistis.
Kegiatan Jaring Aspirasi di Kudus ini mendapat sambutan positif dari para peserta. Mereka berharap agar Dewan Pendidikan terus menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah dalam memperjuangkan mutu pendidikan. Dengan berakhirnya sesi diskusi, acara ditutup dengan pesan moral bahwa pendidikan bukan hanya soal pengetahuan, tetapi juga tentang memastikan setiap anak tumbuh sehat, cerdas, dan berkarakter.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, M.Pd, Kepala SMK Negeri 10 Semarang dan Peserta Jaring Aspirasi Pendidikan Dewan Pendidikan

Beri Komentar