Jumat, 12-09-2025
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat

Tiga Tingkatan Utama Dalam Perjalanan Pendidikan

Diterbitkan : Minggu, 20 April 2025

Bapak/Ibu Yth.
Jangan lewatkan kesempatan belajar materi bermanfaat tentang Membuat Lagu Tanpa Punya Dasar Musik.
Sabtu, 03 Mei 2025
09.00 WIB-Selesai

Materi Webinar
1. Membuat lagu dari berbagai genre
2. Menemukan tema lagu yang menarik
3. Membuat lirik lagu
4. Mengemas lagu buatan sendiri

Daftar sekarang ke nomor ini : 081390220602

Pendidikan sejati bukan sekadar aktivitas menyerap ilmu pengetahuan di ruang kelas. Ia adalah proses bertingkat yang terus bergerak dari satu fase ke fase berikutnya. Di dalamnya, tersimpan dinamika kompleks tentang bagaimana seseorang belajar, kemudian mengajar, dan pada akhirnya menumbuhkan generasi baru pengajar. Inilah rantai panjang yang membentuk keberlanjutan pendidikan, dan setiap insan pendidikan memiliki peran yang tak bisa dianggap remeh di dalamnya.

Ketika kita berada pada tahap belajar, kita membuka diri terhadap wawasan baru, membentuk cara berpikir, dan menumbuhkan karakter. Ini adalah fase dasar yang sangat penting, karena di sinilah fondasi pengetahuan dan sikap diletakkan. Namun pendidikan tidak berhenti di situ. Seiring berjalannya waktu, kita secara alami memasuki tahap berikutnya, yaitu mengajar. Pada fase ini, kita mulai memberi. Ilmu yang dulu diterima kini dibagikan kembali. Kita belajar menyusun cara menyampaikan ide, mendengarkan dengan empati, dan menyesuaikan pendekatan demi keberhasilan peserta didik.

Lalu, ada satu fase lagi yang sering luput dari perhatian: menciptakan pengajar baru. Inilah puncak dari rantai pendidikan yang berkelanjutan. Seorang guru tidak cukup hanya mentransfer ilmu, tetapi juga menginspirasi muridnya untuk menjadi pembelajar sepanjang hayat, bahkan menjadi pengajar di masa depan. Ketika seorang murid tumbuh dengan semangat mengajar, maka kita telah menyalakan api pendidikan yang tak akan padam. Di sinilah esensi pendidikan sejati: tidak berhenti pada hasil, tetapi terus berproses untuk menciptakan dampak lintas generasi.

Artikel ini akan menguraikan tiga tingkatan utama dalam perjalanan pendidikan: fase belajar sebagai tahap menerima, fase mengajar sebagai tahap memberi, dan fase menciptakan pengajar baru sebagai bentuk pewarisan. Pemahaman akan ketiga tingkatan ini akan membantu guru dan kepala sekolah untuk melihat peran mereka dengan cara yang lebih menyeluruh dan strategis dalam membangun ekosistem pendidikan yang berkelanjutan.

Tingkatan Pertama: Fase Belajar—Menerima, Mendengarkan, dan Menyerap

Fase pertama dalam perjalanan pendidikan adalah fase belajar, di mana seseorang berada dalam posisi sebagai penerima ilmu. Pada tahap ini, individu sepenuhnya bergantung pada orang lain—guru, orang tua, atau mentor—untuk membekali dirinya dengan pengetahuan dasar. Inilah masa ketika pendengaran menjadi jembatan awal untuk memahami dunia, dan kemampuan menyerap informasi menjadi fondasi bagi pembentukan pola pikir. Belajar tidak hanya tentang menghafal fakta, tetapi juga tentang membuka diri terhadap ide-ide baru, memahami konsep, dan mulai mengenali logika di balik setiap pelajaran yang disampaikan.

Dalam fase ini, peran guru begitu sentral. Guru bukan sekadar penyampai informasi, melainkan pembuka cakrawala yang membantu siswa melihat dunia dari sudut pandang yang lebih luas. Setiap pertanyaan yang dijawab, setiap penjelasan yang diberikan, dan setiap dorongan kecil untuk mencoba hal baru adalah bentuk bimbingan yang menentukan arah berpikir siswa. Guru menciptakan ruang untuk rasa ingin tahu tumbuh, sekaligus menjadi penuntun dalam menyusun potongan-potongan pengetahuan menjadi pemahaman yang utuh.

Lingkungan belajar yang mendukung sangat penting pada tahap ini. Suasana kelas yang kondusif, sikap guru yang terbuka terhadap pertanyaan, serta metode pengajaran yang merangsang eksplorasi, akan membantu siswa lebih mudah menyerap pelajaran. Ketika siswa merasa aman dan dihargai, mereka cenderung lebih aktif mendengarkan dan antusias dalam menerima materi.

Contoh nyata dari fase ini bisa kita lihat dalam keseharian siswa sekolah dasar yang tengah mempelajari huruf, angka, atau mengenal lingkungan sekitarnya. Mereka menyimak dengan penuh perhatian, mengajukan pertanyaan polos namun penting, dan menyerap setiap informasi dengan cepat. Di sinilah letak keindahan fase belajar—ketika keingintahuan menjadi kekuatan utama, dan setiap hal baru terasa menakjubkan. Fase ini membentuk dasar yang akan menopang perjalanan pendidikan ke tingkat selanjutnya.

Tingkatan Kedua: Fase Mengajar—Memberi Makna dan Mengolah Pengetahuan

Tingkatan kedua dalam perjalanan pendidikan adalah fase mengajar—sebuah tahap penting ketika seseorang mulai beralih dari penerima ilmu menjadi pemberi makna. Di fase ini, individu tak lagi sekadar menyerap informasi, melainkan mulai memproses dan menyampaikan kembali pengetahuan yang dimiliki kepada orang lain. Perubahan ini menandai transisi dari konsumen menjadi kontributor, dari pelajar menjadi pengajar. Dalam proses ini, pemahaman yang selama ini dibangun diuji secara nyata: apakah seseorang benar-benar menguasai materi atau hanya mengingatnya secara dangkal.

Mengajar bukan perkara mengulang apa yang pernah didengar. Ia menuntut kemampuan untuk mengolah pengetahuan secara kritis, menyederhanakan konsep kompleks, dan menyesuaikan penyampaiannya dengan latar belakang audiens. Setiap peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, sehingga pengajar harus mampu memilih pendekatan yang relevan dan komunikatif. Di sinilah seni mengajar benar-benar terasa—ketika ilmu yang sama bisa bermakna berbeda tergantung bagaimana disampaikan. Maka, menjadi pengajar berarti menjadi jembatan antara konsep dan pemahaman, antara teori dan praktik.

Bagi pengajar itu sendiri, proses ini justru memperdalam penguasaan terhadap materi. Saat seseorang mencoba menjelaskan sebuah konsep kepada orang lain, ia akan menemukan bagian-bagian yang selama ini masih kabur atau belum sepenuhnya dikuasai. Misalnya, seorang guru yang hendak menjelaskan prinsip kerja mesin empat langkah kepada siswanya akan dituntut untuk tidak hanya hafal urutannya, tetapi juga memahami secara menyeluruh bagaimana setiap langkah saling berkaitan dan mengapa urutan itu penting. Dari sinilah terjadi refleksi diri yang memperkaya wawasan dan memperkuat penguasaan materi. Dengan mengajar, seseorang juga belajar—belajar untuk berpikir lebih tajam, lebih sistematis, dan lebih peka terhadap dinamika audiens.

Kemajuan teknologi kini turut memperluas cakupan fase mengajar ini. Platform digital seperti YouTube, blog pendidikan, atau website pembelajaran menjadi media efektif untuk berbagi ilmu secara luas. Guru tak lagi terbatas pada ruang kelas fisik; mereka bisa menjangkau ratusan bahkan ribuan orang dengan satu video atau tulisan. Ini memberi ruang bagi kolaborasi lintas wilayah, berbagi praktik baik, serta memperkuat ekosistem pendidikan yang saling terhubung. Seorang guru di desa bisa membagikan metode pengajaran yang efektif kepada kolega di kota besar, atau sebaliknya, tanpa harus bertatap muka. Dengan demikian, fase mengajar kini tidak hanya memberi manfaat kepada murid, tetapi juga membuka peluang untuk belajar bersama dari pengalaman orang lain.

Fase mengajar adalah momen penting dalam perjalanan pendidikan karena mengajarkan kita untuk memberi dengan kesadaran, mengolah informasi menjadi pemahaman, dan menjadikannya bermakna bagi orang lain. Di sinilah pendidikan menemukan daya hidupnya—bukan dari tumpukan buku atau hafalan, tetapi dari proses berbagi yang tulus dan transformasi pengetahuan menjadi cahaya bagi sesama.

Tingkatan Ketiga: Fase Menciptakan Pengajar Baru—Mewariskan Cara Berpikir

Tingkatan ketiga dalam perjalanan pendidikan adalah fase tertinggi yang tak hanya berbicara tentang kemampuan mengajar, tetapi juga tentang mewariskan cara berpikir. Di fase ini, seorang pendidik tidak lagi sekadar menyampaikan isi pelajaran atau membimbing proses belajar, melainkan turut menumbuhkan jiwa pendidik dalam diri orang lain. Ini adalah tahapan ketika seseorang mulai menanamkan nilai, pola pikir, dan pendekatan yang akan diwariskan dan diteruskan oleh generasi berikutnya. Ia tidak lagi hanya mengajar untuk hari ini, tetapi membentuk pengajar untuk masa depan.

Mewariskan cara berpikir berarti menanamkan kemampuan untuk melihat, menganalisis, dan menyikapi realitas pendidikan dengan sudut pandang yang bijak dan strategis. Proses ini bukan sesuatu yang instan. Ia terbentuk melalui interaksi yang konsisten, keteladanan yang nyata, dan keberanian untuk memberikan ruang tumbuh bagi orang lain. Seorang guru pada fase ini mampu menciptakan suasana yang tidak hanya memfasilitasi pembelajaran, tetapi juga memicu refleksi mendalam bagi peserta didik untuk berpikir kritis, mandiri, dan berani mengambil peran sebagai penggerak perubahan.

Pendidikan mencapai bentuk paling utuhnya ketika seseorang yang pernah diajar tidak hanya menjadi tahu, tetapi juga menjadi mampu mengajar dan menginspirasi orang lain. Di sinilah pendidikan berubah menjadi kekuatan hidup yang melampaui generasi. Kita bisa melihat jejaknya dalam tokoh-tokoh besar seperti Socrates yang menanamkan metode berpikir kritis pada Plato, yang kemudian diteruskan kepada muridnya, Aristoteles, dan akhirnya membentuk fondasi ilmu pengetahuan modern. Dalam konteks lokal, kita bisa belajar dari Ki Hajar Dewantara yang tidak hanya mengajar, tetapi juga menumbuhkan semangat dan cara pandang baru tentang pendidikan kepada para guru Taman Siswa. Mereka tidak hanya mencetak lulusan, tetapi juga menyiapkan pemimpin-pemimpin pendidikan masa depan.

Proses menciptakan pengajar baru bukanlah upaya mencetak duplikat diri, melainkan membimbing seseorang menemukan pendekatan uniknya sendiri dalam mendidik. Di sinilah pentingnya memberi kepercayaan, mendorong inisiatif, dan mendampingi proses pembelajaran mereka yang sedang tumbuh menjadi pendidik. Fase ini juga menuntut pengajar untuk terus belajar, beradaptasi, dan bersedia mengevaluasi diri, karena apa yang diwariskan bukan sekadar teori, melainkan pola pikir dan nilai-nilai mendasar tentang pendidikan.

Dampak jangka panjang dari fase ini sangat luas dan berkelanjutan. Ketika seorang guru berhasil menciptakan guru lain yang berkualitas, maka ia telah menanam benih perubahan di banyak ruang kelas yang mungkin tak pernah ia kunjungi sendiri. Rantai pendidikan terus berkembang, saling menguatkan, dan menciptakan ekosistem pembelajaran yang produktif dan inspiratif. Dari satu guru yang memiliki semangat mewariskan cara berpikir, bisa lahir puluhan bahkan ratusan agen perubahan yang membawa cahaya ke berbagai pelosok negeri.

Fase ini adalah panggilan mulia bagi setiap guru dan kepala sekolah. Sebab mendidik bukan hanya soal menyampaikan, tetapi juga menciptakan penerus yang mampu menyala sendiri, menerangi yang lain, dan menjadi bagian dari perubahan pendidikan yang lebih luas. Inilah warisan sejati dari seorang pendidik—bukan nama yang diingat, tetapi pengaruh yang terus hidup dalam pikiran dan tindakan para pengajar yang pernah ia bentuk.

Hubungan Antar-Tingkatan dalam Perjalanan Pendidikan

Perjalanan pendidikan bukanlah rangkaian tahap yang terpisah, melainkan sebuah siklus yang saling terhubung dan memperkuat satu sama lain. Fase belajar, mengajar, dan menciptakan pengajar baru merupakan tiga mata rantai yang membentuk ekosistem pendidikan yang utuh. Masing-masing fase memiliki peran penting dan saling melengkapi, sehingga tidak dapat berdiri sendiri. Seseorang yang sedang belajar hari ini, kelak akan menjadi pengajar, dan pada akhirnya akan menumbuhkan pendidik baru yang membawa semangat perubahan.

Kesinambungan antara ketiga tingkatan ini menjadi kunci terbentuknya sistem pendidikan yang berkelanjutan. Proses belajar membentuk fondasi pengetahuan dan sikap, fase mengajar mengasah keterampilan untuk berbagi dan memandu, sementara fase menciptakan pengajar baru memastikan bahwa nilai-nilai dan cara berpikir yang baik terus diwariskan lintas generasi. Tanpa fase belajar yang sungguh-sungguh, fase mengajar akan kehilangan kekuatannya. Tanpa fase mengajar yang reflektif dan penuh empati, tak akan tumbuh pengajar baru yang tangguh. Maka, kesinambungan ini harus dijaga agar tidak terjadi jeda atau putus dalam mata rantai pembentukan karakter dan kapasitas insan pendidikan.

Penting bagi setiap guru dan kepala sekolah untuk melakukan refleksi diri—di manakah posisi kita dalam siklus ini? Apakah kita masih dalam fase menerima, sudah aktif berbagi, atau tengah mempersiapkan lahirnya pengajar baru? Setiap posisi memiliki nilai dan peran strategisnya masing-masing, asalkan dijalani dengan kesadaran dan tanggung jawab. Tidak ada fase yang lebih mulia dari yang lain, sebab ketiganya adalah bagian dari perjalanan panjang yang saling memberi arti.

Kontribusi terhadap ekosistem pendidikan tidak harus berupa hal besar. Kadang, kesediaan mendampingi rekan sejawat, berbagi praktik baik, atau sekadar memberi ruang diskusi bisa menjadi awal dari proses regenerasi pengajar. Ketika kita menyadari bahwa apa yang kita lakukan hari ini akan membentuk wajah pendidikan esok hari, maka setiap tindakan menjadi bermakna. Dengan menjaga kesinambungan antar-tingkatan ini, kita bukan hanya menjadi bagian dari sistem pendidikan, melainkan turut membangun masa depan yang tercerahkan.

Menutup catatan kali ini, perjalanan pendidikan merupakan sebuah proses bertingkat yang menyatukan tiga fase utama: belajar, mengajar, dan menciptakan pengajar baru. Setiap fase bukanlah tujuan akhir, melainkan tahapan saling terkait yang membentuk ekosistem pembelajaran yang dinamis dan berkelanjutan. Dalam fase belajar, individu menerima dan menyerap pengetahuan sebagai fondasi untuk tumbuh. Ketika sudah cukup matang, ia melangkah ke fase mengajar, di mana ilmu yang dimiliki mulai dibagikan untuk memberi makna bagi orang lain. Dan pada puncaknya, seseorang mencapai fase menciptakan pengajar baru—mewariskan pola pikir, nilai, dan semangat yang akan terus hidup melampaui generasi.

Masing-masing fase memiliki kontribusi penting dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Fase belajar membentuk pribadi yang haus ilmu dan terbuka terhadap perubahan. Fase mengajar melatih rasa tanggung jawab, empati, dan keterampilan komunikasi. Sementara fase menciptakan pengajar baru menjadi titik tolak dari perubahan jangka panjang karena menyentuh akar transformasi pendidikan. Tanpa kesinambungan antara ketiganya, pendidikan akan kehilangan daya dorong untuk tumbuh dan berkembang.

Pendidikan sejatinya adalah warisan yang hidup. Ia bukan sekadar kumpulan pengetahuan di atas kertas, melainkan kekuatan yang ditanamkan melalui interaksi, keteladanan, dan nilai-nilai luhur. Saat kita terus belajar dengan rendah hati, mengajar dengan penuh cinta, dan membentuk pengajar baru dengan visi yang luas, maka kita sedang merawat warisan itu agar terus menyala. Dunia akan menjadi tempat yang lebih baik jika setiap individu sadar bahwa dirinya punya peran dalam rantai pendidikan yang tak terputus.

Mari kita terus berjalan dalam proses ini, tidak berhenti hanya karena jabatan, usia, atau waktu. Sebab siapa pun kita—guru, kepala sekolah, atau bahkan siswa—memiliki potensi untuk menjadi bagian dari perubahan. Pendidikan bukan hanya milik ruang kelas, tetapi milik setiap hati yang ingin melihat masa depan lebih cerah.

Bumiayu, 18 April 2025

Penulis : Ardan Sirodjuddin, M.Pd, Kepala SMKN 10 Semarang daPenulis Buku Manajemen Mengelola Sekolah.

Buku yang sudah diterbitkan :

  1. Membangun Sekolah Rintisan Menjadi Sekolah Rujukan
  2. Membangun Sekolah Biasa Menjadi Luar Biasa
  3. Rahasia Membangun Sekolah Juara
  4. Kepala Sekolah yang Dirindukan
  5. Kiat Sukses Membangun Sekolah Unggul
  6. Pendekatan Deep Learning Dalam Pembelajaran

Buku dalam proses penyelesaian :

  1. Kepemimpinan Dalam Islam

Jika Anda tercerahkan dari tulisan ini mohon kiranya untuk bisa membantu penyelesaian pembangunan Masjid Baitul Iman SMK Negeri 10 Semarang dengan memberikan amal jariyah ke :

Bank Muamalat

5010124623

Muslim Anwar Or Hesti Sulistiyowati

37 Komentar

Arimurti Asmoro
Minggu, 20 Apr 2025

Terima kasih, Pak Ardan, menginspirasi menjadi pemimpin pembelajar yang memberikan buah pemimpin baru.

Balas
Suparman, S.Pd
Minggu, 20 Apr 2025

Amin🤲🤲🤲

Balas
Any Martha T
Minggu, 20 Apr 2025

Luar biasa, sangat menginspirasi kami. Terima kasih Pak Ardan

Balas
Maskur
Minggu, 20 Apr 2025

Alhamdulillah
Aamiin

Balas
Muslim Anwar
Minggu, 20 Apr 2025

Semoga Allah SWT, mengabulkan segala hajat dan do’a Kita, wabilkhusus Untuk SMK N10 Semarang semoga Masjidnya segera selesai pembangunannya agar segera berfungsi semestinya. Aamiin. YRA.

Balas
Djoko saputro
Minggu, 20 Apr 2025

Alhamdulillah

Balas
Yusuf Trisnawan,
Minggu, 20 Apr 2025

Kreatif dan Inspiratif👍

Balas
Antar
Minggu, 20 Apr 2025

Luar biasa

Balas
Rodhatin
Minggu, 20 Apr 2025

Menginspirasi kita. Alhamdulillah

Balas
Imam Roos
Minggu, 20 Apr 2025

Mantab pak Guru..

Balas
Dra.Warni
Minggu, 20 Apr 2025

Semoga menjadikan inspirasi para guru dalam meningkatkan dunia pebdidikan.

Balas
Wiler Upik
Minggu, 20 Apr 2025

Alhamdulillah. Sangat menginspirasi

Balas
Elmina Ita K., S.Pd., M.Si.
Minggu, 20 Apr 2025

Semsngat literasi…

Balas
Elmina Ita K., S.Pd., M.Si.
Minggu, 20 Apr 2025

Semangat literasi…bp ib

Balas
Janto
Minggu, 20 Apr 2025

Sebuah tahapan pembelajaran yang penuh makna. Learning by doing

Balas
Warto,ST
Minggu, 20 Apr 2025

Alhamdulillah…semoga Allah senantiasa memberikan ilmu yang barokah dunia akherat … aamiin..

Balas
Sami
Minggu, 20 Apr 2025

Sangat menginspirasi, inovatif dan efektif dalam pembelajaran

Balas
Minggu, 20 Apr 2025

Luar Biasa…kereen…
Sangat menginspirasi, syarat makna dan memotivasi kita semua…

Balas
Suryani
Minggu, 20 Apr 2025

Barakallah 🤲🤲🤲 matur nuwun Pak Ardhan 🙏🙏🙏sangat bermanfaat.

Balas
Digna Palupi
Minggu, 20 Apr 2025

Menginspirasi kita terus belajar dengan rendah hati, mengajar dengan penuh cinta, dan membentuk pengajar baru dengan visi yang luas sehingga kita dapat merawat warisan itu tetap menyala dari generasi kegenerasi.

Balas
Suwarni
Minggu, 20 Apr 2025

Alhamdulillah luar biasa 👍👍👍

Balas
Septiyo Ariyanto
Minggu, 20 Apr 2025

Mantapppp, menginspirasi kita semua

Balas
Riska Yudha Wardhana
Minggu, 20 Apr 2025

Luar biasa
Semoga sukses

Balas
Minggu, 20 Apr 2025

Mantap tulisannya pak Ardan, semoga bisa menginspirasi tenaga pendidik yang lain untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

Balas
Dwi palupi
Minggu, 20 Apr 2025

Alhamdulillah…sangat menginspirasi

Balas
Suginah
Minggu, 20 Apr 2025

Luar biasa 👍👍

Balas
Minggu, 20 Apr 2025

Mantap tulisannya pak, srmiga bermanfaat bagi yang membacanya

Balas
SRI WINARTI.S.Pd
Minggu, 20 Apr 2025

Sangat bagus sekali membuat warga SMK 10 jd punya inisiatif baru lagi

Balas
Johan h
Minggu, 20 Apr 2025

Menginspirasi.. selalu berusaha lebih baik..

Balas
Fatkhul umam
Minggu, 20 Apr 2025

Mencerahkan pak, dan sangat mendalam. Sebagai seorang pendidik, kita harus selalu terbuka dengan hal baru serta siyap dengan adanya perubahan yang terus berjalan..

di tunggu tulisan tulisan bermaknannya pak…

Balas
Mulyo S
Minggu, 20 Apr 2025

Terima kasih pak Ardan atas ilmunya..🙏

Balas
Af'idatin
Senin, 21 Apr 2025

Hebat dan luar biasa 👍👍👍👍👍👍👍👍👍

Balas
Agus Sby
Senin, 21 Apr 2025

Luar biasa

Balas
verry wijaya
Senin, 21 Apr 2025

super keren terimakasih atas dedikasinya bwt K.10

Balas
Desy
Selasa, 22 Apr 2025

Terimakasih Pak Ardan, selalu memberi inspirasi dan wawasan baru.
Menginspirasi untuk selalu berbagi

Balas
Didik
Selasa, 22 Apr 2025

Semoga sukses

Balas
Sri Wahyuni
Sabtu, 10 Mei 2025

Super sekali tulisan ini Bapak..sangat dalam….menambah kebanggaan sbg guru, memotivasi utk terus meningkatkan kompetensi…sbg upaya utk memberikan yg terbaik bg peserta didik ….
Terimakasih Bapak….

Balas

Beri Komentar

Tinggalkan Balasan ke Antar Batalkan balasan