Minggu, 19-10-2025
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat

AGER SETAMPAH: Ayo Gerakan Sekolah Tanpa Sampah dan Sekolah Tanpa HP

Diterbitkan :

Lingkungan sekolah sesungguhnya bukan sekadar tempat siswa menerima pelajaran. Lebih dari itu, sekolah adalah ruang pembentukan karakter, wadah interaksi sosial, serta arena belajar nilai-nilai kehidupan. Suasana sekolah yang bersih, tertib, dan sehat akan mendorong siswa untuk lebih bersemangat belajar, sementara interaksi sosial yang hangat dan harmonis akan menumbuhkan jiwa kebersamaan. Namun, dalam realitas sehari-hari, masih ada masalah yang mengganggu tercapainya tujuan pendidikan tersebut. Dua di antaranya yang sangat menonjol adalah permasalahan sampah yang menumpuk serta penggunaan handphone (HP) yang tidak terkendali di lingkungan sekolah.

Masalah sampah di sekolah menjadi sesuatu yang tidak bisa dianggap sepele. Di SMP Negeri 4 Purwokerto, sebagaimana banyak sekolah lain, sering ditemukan bungkus plastik makanan, botol minuman, hingga sisa jajanan berserakan di kelas maupun halaman. Keberadaan sampah ini bukan hanya mengurangi kenyamanan, tetapi juga berpotensi menimbulkan bau, mengundang penyakit, bahkan mencerminkan rendahnya kepedulian siswa terhadap kebersihan lingkungan. Padahal, kebersihan adalah cermin dari sikap disiplin dan rasa tanggung jawab.

Sebagai bentuk solusi nyata, SMP Negeri 4 Purwokerto meluncurkan gagasan sederhana namun penuh makna: setiap siswa membawa kantong sampah pribadi. Kantong ini digunakan untuk menampung sampah bungkus makanan, plastik, maupun sisa jajanan, yang kemudian dibawa pulang ke rumah masing-masing. Di rumah, sampah tersebut dapat dipilah, diproses, atau bahkan didaur ulang sesuai kebutuhan. Dengan cara ini, siswa tidak hanya dilatih untuk menjaga kebersihan sekolah, tetapi juga menumbuhkan kesadaran bahwa sampah adalah tanggung jawab pribadi yang tidak bisa serta-merta dialihkan kepada petugas kebersihan. Kebiasaan membawa pulang sampah ini juga mempererat peran keluarga dalam mendidik anak, karena orang tua akan terlibat dalam proses memilah sampah di rumah.

Di sisi lain, persoalan penggunaan HP di sekolah juga menjadi perhatian serius. Kehadiran gawai memang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan modern. HP memberikan kemudahan akses informasi, komunikasi cepat, hingga hiburan yang beragam. Namun, di lingkungan sekolah, HP lebih sering menimbulkan gangguan daripada manfaat. Banyak siswa yang justru asyik bermain game, membuka media sosial, atau sekadar berselancar di internet saat guru sedang menjelaskan pelajaran. Akibatnya, konsentrasi belajar menurun, prestasi pun ikut terpengaruh. Lebih jauh, HP juga mengurangi interaksi langsung antarsiswa. Anak-anak yang seharusnya bercengkerama atau bermain bersama di waktu istirahat, justru sibuk menunduk menatap layar masing-masing. Hal ini lambat laun mengikis nilai kebersamaan dan kehangatan dalam pergaulan.

Menyikapi situasi tersebut, SMP Negeri 4 Purwokerto memberlakukan kebijakan “Sekolah Tanpa HP”. Aturan ini bertujuan agar siswa lebih fokus pada pembelajaran serta kembali membangun interaksi sosial yang sehat dengan teman sebaya. Tanpa gangguan HP, diharapkan siswa bisa lebih aktif dalam diskusi kelas, lebih antusias dalam kegiatan kelompok, dan lebih terlibat dalam aktivitas sekolah yang membangun kebersamaan.

Kedua langkah tersebut kemudian dirangkum dalam sebuah gerakan besar yang disebut AGER SETAMPAH, akronim dari Ayo Gerakan Sekolah Tanpa Sampah dan Sekolah Tanpa HP. Gerakan ini tidak hanya sekadar aturan, melainkan sebuah budaya baru yang ingin ditanamkan SMP Negeri 4 Purwokerto dalam kehidupan sehari-hari warganya.

Melalui program AGER SETAMPAH, sekolah ingin menanamkan lima nilai utama yang dapat membentuk pribadi siswa menjadi harmonis, mandiri, dan berkarakter kuat.

Pertama, membentuk kebiasaan baik. Membawa kantong sampah pribadi dan mengelola sampah di rumah melatih siswa untuk bertanggung jawab terhadap apa yang dikonsumsinya. Mereka belajar bahwa setiap tindakan memiliki konsekuensi, termasuk kebiasaan membuang sampah. Dengan membiasakan diri membawa pulang sampah, anak-anak akan terbiasa hidup bersih, mandiri, dan peduli lingkungan. Kebiasaan kecil ini, jika dilakukan secara konsisten, akan membentuk karakter besar di kemudian hari.

Kedua, menumbuhkan kesadaran lingkungan. Program ini mengajarkan kepada siswa bahwa menjaga kebersihan bukan hanya tugas petugas kebersihan, melainkan kewajiban bersama. Siswa didorong untuk melihat sampah bukan hanya sebagai sesuatu yang harus dibuang, tetapi juga sebagai sumber pembelajaran tentang reduce, reuse, recycle. Mereka belajar memilah antara sampah organik dan anorganik, memahami dampak plastik bagi bumi, sekaligus menyadari bahwa setiap tindakan sederhana dapat memberi pengaruh besar terhadap kelestarian lingkungan.

Ketiga, meningkatkan fokus dan prestasi belajar. Tanpa HP, perhatian siswa akan kembali tertuju pada guru, pelajaran, dan diskusi kelas. Guru juga lebih mudah mengelola kelas karena tidak lagi bersaing dengan layar gadget. Dengan suasana yang lebih kondusif, siswa dapat menyerap materi lebih baik, aktif bertanya, serta mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Hal ini pada akhirnya akan berdampak positif pada prestasi akademik.

Keempat, memperkuat hubungan sosial. Anak-anak SMP adalah generasi yang sedang mencari jati diri. Mereka membutuhkan interaksi sosial untuk mengasah kemampuan komunikasi, empati, dan kerja sama. Tanpa HP, mereka akan lebih banyak bercengkerama secara langsung, berdiskusi, bermain, bahkan menyelesaikan konflik kecil dengan cara tatap muka. Hubungan sosial yang kuat akan melahirkan iklim sekolah yang harmonis, penuh persaudaraan, dan minim gesekan.

Kelima, mewujudkan kemandirian. Gerakan ini menuntut siswa untuk mengatur diri, mulai dari membawa kantong sampah, mematuhi aturan tanpa HP, hingga menjaga kebersihan pribadi. Semua itu membentuk pribadi yang disiplin, bertanggung jawab, dan tidak mudah bergantung pada orang lain. Kemandirian yang ditanamkan sejak dini akan menjadi bekal berharga bagi mereka saat menghadapi kehidupan di masa depan.

Keberhasilan program AGER SETAMPAH tentu tidak bisa dicapai hanya dengan aturan tertulis. Diperlukan partisipasi aktif dari semua pihak: siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitar. Guru memiliki peran besar sebagai teladan. Jika guru juga membiasakan diri membuang sampah dengan benar dan tidak sibuk dengan HP saat mengajar, siswa akan mencontoh. Orang tua pun perlu memberikan dukungan penuh dengan ikut mengawasi dan mendidik anak di rumah, misalnya membantu memilah sampah yang dibawa pulang. Sementara masyarakat dapat mendukung dengan menyediakan sistem pengelolaan sampah yang baik serta membiasakan lingkungan bebas HP saat ada kegiatan bersama.

Selain itu, program ini juga dapat dikembangkan menjadi gerakan yang lebih luas. Misalnya dengan mengadakan lomba kelas terbersih, membuat bank sampah sekolah, atau mengadakan kegiatan outdoor learning tanpa HP. Semua itu akan memperkuat implementasi AGER SETAMPAH dan membuat siswa semakin mencintai kebiasaan positif ini.

Pada akhirnya, program AGER SETAMPAH bukan hanya tentang mengurangi sampah di sekolah atau melarang HP semata, tetapi tentang membangun budaya disiplin, kepedulian, dan kebersamaan. Dari hal sederhana, lahirlah perubahan besar. Dari membiasakan membawa kantong sampah pribadi dan meninggalkan HP di rumah, tumbuh generasi yang lebih harmonis, mandiri, dan berkarakter.

SMP Negeri 4 Purwokerto dengan penuh komitmen akan terus menjalankan program ini. Mereka percaya bahwa pendidikan sejati bukan hanya mengajarkan teori, tetapi juga melatih kebiasaan hidup yang baik. Dengan AGER SETAMPAH, sekolah tidak hanya mencetak siswa berprestasi, tetapi juga pribadi yang peduli lingkungan, disiplin, dan mampu hidup tanpa bergantung pada gawai.

Mari kita bersama-sama dukung gerakan ini. Sekolah tanpa sampah dan tanpa HP bukan berarti membatasi kebebasan, melainkan justru membebaskan anak-anak kita dari kebiasaan buruk yang dapat merusak masa depan. Dengan komitmen bersama, AGER SETAMPAH bisa menjadi budaya positif yang berkelanjutan, bukan hanya di SMP Negeri 4 Purwokerto, tetapi juga di seluruh sekolah di Indonesia.

Saatnya kita wujudkan sekolah yang bersih, sehat, bebas gangguan HP, serta penuh semangat kebersamaan. Dari lingkungan sekolah yang sederhana, akan lahir generasi muda yang cerdas, berkarakter, dan peduli terhadap lingkungan. Generasi inilah yang akan menjadi harapan bangsa di masa depan.

Penulis : Muslikhudin, S.Pd.I, M.Pd. Kordinator Kesiswaan SMP Negeri 4 Purwokerto