Sabtu, 18-10-2025
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat

Dari Bangku SMK Menuju Kampus Impian

Diterbitkan :

Setelah bertahun-tahun duduk di bangku SMK, akhirnya delapan siswa SMK Nurul Barqi Semarang mendapat kabar yang mereka nanti-nantikan: “Selamat, Anda Diterima!” Suara tangis haru dan senyum bahagia membuncah saat mereka membuka pengumuman Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP). Nama mereka terpampang jelas di laman resmi universitas impian. Sebuah momen yang tak hanya membuktikan usaha mereka selama ini, tetapi juga menjadi penanda bahwa mimpi anak SMK pun layak diperjuangkan dan dirayakan.

Delapan siswa itu berasal dari berbagai latar belakang ekonomi yang berbeda. Namun, semangat mereka tidak pernah terbatas oleh kondisi. Di tengah kesibukan praktik, ujian, dan kegiatan produktif khas SMK, mereka tetap menyimpan satu harapan besar: bisa kuliah, bisa mengubah hidup, dan bisa membanggakan orang tua. Jalan mereka bukan tanpa rintangan. Tapi di SMK Nurul Barqi, harapan itu dijaga, dibesarkan, dan pada akhirnya menjadi nyata.

Di awal kelas XII dan XIII, suasana hati para siswa mulai dipenuhi dengan tanya: ke mana setelah lulus? Di balik semangat dan potensi mereka yang luar biasa, banyak yang bingung menentukan pilihan. Mereka tahu ingin kuliah, tapi tidak tahu harus mulai dari mana. Nama-nama universitas asing di telinga. Jurusan terasa seperti kode-kode yang sulit dimengerti. Terlebih lagi, akses informasi di sekolah swasta seperti SMK Nurul Barqi terbatas. Tidak ada expo kampus megah. Tidak ada seminar besar. Biaya menjadi kendala. Jumlah siswa yang mendaftar kuliah juga tidak banyak, membuat acara semacam itu terasa tidak efisien jika dilakukan sendiri.

Mimpi itu ada. Namun, tanpa panduan, ia bisa hilang dalam keraguan. Kepala sekolah dan guru pun mulai berpikir: bagaimana caranya membantu anak-anak ini menemukan arah? Di sinilah muncul ide yang sederhana, namun berdampak besar: melibatkan alumni sebagai mentor.

Langkah ini dimulai dengan menyusun daftar alumni yang saat ini sedang kuliah di berbagai kampus, baik negeri maupun swasta. Dengan bantuan media sosial dan jaringan alumni, sekolah berhasil menghubungi beberapa di antaranya. Mereka tidak hanya diminta hadir, tetapi juga diminta berbagi pengalaman secara jujur dan membumi. Bukan sekadar pamer prestasi, tapi menjadi teman cerita bagi adik-adik kelas yang sedang gelisah menentukan masa depan.

Tujuan dari acara sharing session ini sangat jelas. Pertama, memberikan informasi realistis tentang dunia perkuliahan: biaya, sistem belajar, kehidupan di asrama, hingga tantangan adaptasi. Kedua, membantu siswa mengenali potensi diri dan mencocokkannya dengan jurusan yang tersedia. Ketiga, menumbuhkan rasa percaya diri dan semangat, karena melihat senior yang dulunya sama-sama belajar di ruang kelas sederhana, kini bisa menjadi mahasiswa di kampus ternama.

Kata-kata dari alumni tidak hanya ilmu, tapi juga harapan. Mereka datang bukan dengan gaya pejabat atau dosen, tapi dengan senyum hangat dan jaket almamater yang mencolok—atribut sederhana namun penuh makna. Saat mereka memasuki aula sekolah, tatapan kagum langsung terlihat dari wajah para siswa. “Itu kakak kelas yang dulu ikut lomba robotik, ya?” bisik seorang siswa. Suasana segera menjadi akrab. Alumni berbicara dari hati ke hati, menceritakan bagaimana mereka dulu juga bingung memilih jurusan, bagaimana mereka jatuh bangun mengisi portofolio SNBP, hingga tips-tips agar tetap semangat meski tidak punya bimbingan belajar mahal.

Salah satu sesi paling berkesan adalah ketika seorang alumni jurusan Teknik Elektro dari Universitas Diponegoro menceritakan bagaimana ia dulu hampir menyerah karena merasa kalah bersaing dengan siswa SMA. Namun, berkat dukungan guru dan kemauan belajar yang kuat, ia justru bisa menonjol karena memiliki pengalaman praktik yang tidak dimiliki anak SMA. Cerita-cerita seperti inilah yang membuat siswa mulai percaya bahwa mereka juga bisa.

Di sanalah mimpi mulai punya arah. Di sanalah harapan mulai punya bentuk.

Dan akhirnya, tibalah hari pengumuman SNBP. Ketegangan terasa di udara. Satu per satu siswa membuka laman pengumuman. Suara teriakan, tangis bahagia, dan pelukan terjadi dalam hitungan menit. Delapan nama terpampang sebagai siswa yang lolos jalur SNBP: ada yang diterima di Universitas Tidar, Politeknik Negeri Semarang, Universitas Negeri Semarang, dan beberapa perguruan tinggi lainnya.

Guru-guru tak kuasa menahan air mata. Para orang tua yang diberi kabar lewat telepon pun ikut menangis haru. “Ini bukan hanya kemenangan siswa, tapi kemenangan kita semua,” ujar kepala sekolah dengan mata berkaca-kaca. Sementara itu, siswa-siswa yang belum lolos tidak merasa patah semangat. Mereka justru terinspirasi dan termotivasi untuk mencoba jalur lain seperti SNBT atau mandiri. Sekolah pun terus mendampingi mereka, membuktikan bahwa ini bukan akhir, melainkan awal dari perjuangan panjang.

Delapan nama yang lolos bukan hanya angka. Mereka adalah simbol dari kerja keras, doa yang tak pernah putus, dan sistem pendampingan yang berhasil. Ini adalah bukti bahwa dengan strategi sederhana namun tepat sasaran, siswa SMK pun bisa bersaing dan menang.

Lebih dari itu, kisah ini menyimpan makna yang dalam. Delapan siswa tersebut sebagian besar adalah dari keluarga kurang mampu yang selama ini mendapatkan bantuan pendidikan dari Yayasan Baitul Maal PLN. Mereka adalah mustahiq—penerima manfaat. Namun kelak, mereka akan menjadi muzaki—pemberi manfaat. Inilah transformasi yang luar biasa. Pendidikan telah mengangkat mereka dari keterbatasan, memberi mereka kesempatan untuk bermimpi lebih tinggi, dan membekali mereka dengan kemampuan untuk berbagi kelak saat mereka telah mapan.

Mereka dulunya menerima, kelak akan memberi. Itulah tujuan sebenarnya dari pendidikan. Bukan hanya mencetak lulusan yang pandai, tapi manusia yang utuh—yang bisa memanusiakan sesama.

Cerita dari SMK Nurul Barqi Semarang ini memberikan pelajaran penting. Bahwa dukungan moral, informasi yang jelas, dan kehadiran mentor sangatlah krusial dalam membimbing siswa menuju cita-citanya. Sekolah tidak harus punya anggaran besar untuk memberikan inspirasi. Terkadang, cukup dengan menghubungi para alumni dan membuka ruang dialog yang hangat, mimpi siswa bisa diarahkan dengan lebih jelas.

Bagi sekolah-sekolah lain yang memiliki kondisi serupa, langkah SMK Nurul Barqi patut ditiru. Libatkan alumni, bangun sistem mentoring, dan hadirkan pengalaman nyata ke tengah-tengah siswa. Karena siapa tahu, dari ruangan kelas sederhana itu, akan lahir nama-nama besar yang kelak membawa perubahan.

Selamat kepada delapan siswa yang telah lolos SNBP. Perjalanan kalian baru saja dimulai. Dan bagi yang belum berhasil, jangan patah semangat. Masih banyak jalur lain untuk ditempuh, dan yang paling penting: teruslah bermimpi, karena dunia ini selalu membuka jalan bagi mereka yang tidak berhenti berusaha.

Penulis : Desy Pratiwi, S.Pd, Kepala SMK Nurul Barqi Semarang