Minggu, 19-10-2025
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat

Kembalikan Fokus Anak Dari Dunia Game ke Pembelajaran Bermakna

Diterbitkan :

Di era digital yang semakin maju, pemandangan anak-anak asyik dengan gawai di tangan bukan lagi hal yang mengejutkan. Game online telah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka. Visual yang memukau, tantangan yang seru, dan imbalan instan menjadikan game sebagai magnet kuat yang sulit ditandingi oleh kegiatan lain, termasuk belajar. Perubahan gaya hidup ini membawa dampak besar terhadap cara anak berinteraksi dengan dunia di sekelilingnya, termasuk dalam dunia pendidikan. Anak-anak kini lebih antusias menyelesaikan misi di dalam game ketimbang mengerjakan soal matematika atau membaca buku sejarah.

Fenomena ini menjadi tantangan serius bagi orang tua, guru, dan semua pihak yang peduli terhadap pendidikan. Anak-anak lebih tertarik bermain game daripada belajar. Akibatnya, fokus belajar menurun, motivasi merosot, dan semangat menuntut ilmu pun makin redup. Di tengah derasnya arus digital, pendekatan pembelajaran tradisional sering kali tidak mampu bersaing. Materi yang disampaikan secara monoton, tanpa visual menarik atau keterlibatan emosional, terasa membosankan dan jauh dari kehidupan nyata anak.

Artikel ini bertujuan untuk menjawab keresahan itu. Dengan menggali solusi praktis berbasis metode pembelajaran menyenangkan dan berlandaskan konsep deep learning, kita akan menelusuri cara mengembalikan fokus anak kepada proses belajar. Bukan sekadar belajar demi nilai, tetapi belajar dengan pemahaman, keterlibatan, dan kebahagiaan.

Mengapa fokus anak zaman sekarang begitu mudah terpecah? Jawabannya terletak pada bagaimana otak mereka dirangsang. Game online dirancang untuk menciptakan ketergantungan. Dengan visual yang tajam, animasi hidup, efek suara yang mendebarkan, serta sistem reward seperti poin, level, atau hadiah digital, otak anak dibanjiri dopamin—zat kimia yang menimbulkan rasa senang dan puas. Maka tak heran jika mereka betah berjam-jam di depan layar, mengejar kemenangan demi kemenangan.

Sebaliknya, di kelas, mereka dihadapkan pada buku teks hitam-putih, suara guru yang terdengar datar, dan tugas yang terasa membosankan. Proses belajar menjadi kegiatan pasif yang jauh dari pengalaman menyenangkan. Ditambah lagi, Generasi Z dan Alpha tumbuh di dunia yang serba cepat dan interaktif. Mereka membutuhkan rangsangan instan, koneksi emosional, dan konteks yang relevan agar dapat mempertahankan fokus. Jika pendekatan pendidikan tidak berubah, maka jurang antara dunia game dan dunia belajar akan makin lebar.

Untuk mengatasi hal ini, langkah pertama yang perlu dipahami adalah konsep deep learning atau pembelajaran mendalam. Bukan lagi menekankan pada seberapa banyak informasi yang dihafal, tetapi pada seberapa dalam anak memahami materi. Deep learning menuntut keterlibatan aktif siswa dalam proses belajar. Mereka diajak untuk berpikir kritis, bertanya, mengeksplorasi, dan mencari makna di balik setiap pelajaran. Pendekatan ini tidak hanya menumbuhkan fokus, tetapi juga membangun kemampuan berpikir tingkat tinggi yang akan berguna sepanjang hayat.

Namun konsep hebat tidak akan berjalan tanpa didukung oleh media pembelajaran yang tepat. Di sinilah pentingnya pemilihan media yang menyenangkan dan sesuai dengan karakter anak masa kini. Game edukasi seperti Kahoot! dan Quizizz mampu mengubah suasana belajar menjadi kompetisi yang sehat dan seru. Minecraft Education Edition, misalnya, memungkinkan anak membangun dunia virtual sambil belajar tentang matematika, sejarah, atau sains. Selain itu, video animasi berdurasi pendek atau microlearning dapat menyajikan materi dengan cepat, padat, dan menarik perhatian dalam waktu singkat. Bahkan, teknologi augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) membuka peluang eksplorasi konsep abstrak secara visual dan nyata—membuat pelajaran seperti sistem tata surya atau organ tubuh manusia terasa seperti petualangan ilmiah yang menakjubkan.

Tak kalah penting adalah menciptakan suasana belajar yang menggembirakan. Ini bisa dilakukan dengan pendekatan tematik dan kontekstual yang menghubungkan pelajaran dengan kehidupan nyata anak. Misalnya, saat belajar tentang volume, anak diminta mengukur kapasitas botol minum di rumah. Metode Project-Based Learning (PBL) juga sangat efektif—anak-anak belajar sambil menyelesaikan proyek nyata yang memerlukan kolaborasi dan kreativitas, seperti membuat kampanye hemat energi atau menciptakan prototipe rumah ramah lingkungan. Gamifikasi kelas juga menjadi strategi menarik: guru bisa menggunakan sistem poin, level, hingga penghargaan seperti dalam game untuk memotivasi siswa tanpa tekanan.

Di balik semua strategi tersebut, peran orang tua dan guru tetap menjadi kunci utama. Kolaborasi yang erat antara keduanya bisa memberikan fondasi kuat bagi anak dalam mengatur waktu antara bermain dan belajar. Menetapkan batasan waktu bermain game yang sehat, menyusun jadwal belajar yang fleksibel namun konsisten, serta memberikan apresiasi atas setiap usaha anak, akan menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepercayaan diri mereka. Saat anak merasa dipahami dan didukung, mereka lebih siap untuk menjalani proses belajar dengan semangat baru.

Lalu, apa yang bisa diharapkan dari perubahan pendekatan ini? Pertama, anak akan memiliki fokus belajar yang lebih baik. Mereka tidak lagi mudah teralihkan karena proses belajar menjadi kegiatan yang menyenangkan dan menantang, mirip dengan pengalaman mereka saat bermain game. Kedua, hasil belajar menjadi lebih optimal. Karena mereka memahami materi secara mendalam dan aktif berpikir, bukan sekadar menghafal, maka kemampuan analitis dan problem solving mereka pun meningkat. Dan yang paling penting, semangat belajar mereka kembali menyala. Anak-anak merasa bangga, percaya diri, dan terus termotivasi untuk belajar lebih banyak lagi.

Pada akhirnya, dunia pendidikan memang harus bertransformasi. Kita tidak bisa lagi berharap anak-anak generasi digital ini belajar dengan metode lama yang tidak relevan dengan dunia mereka. Pendidikan yang baik bukanlah pendidikan yang memaksa, tetapi yang menginspirasi. Dengan pendekatan yang tepat—memadukan teknologi, kreativitas, dan pemahaman mendalam—fokus anak bisa dialihkan dari dunia game menuju dunia belajar yang tak kalah seru dan menggugah.

Apakah Anda guru, orang tua, atau pendidik? Kini saatnya kita bersama-sama mengubah cara pandang tentang belajar. Jadikan setiap sesi pembelajaran sebagai petualangan yang menggembirakan. Karena anak-anak tidak akan pernah bosan untuk mengejar sesuatu yang membuat hati mereka senang—dan tugas kita adalah menjadikan belajar sebagai salah satunya.

Penulis : Naila Rozanah, Guru SMA Negeri 1 Belik Pemalang