Pendidikan sejak dahulu diyakini sebagai salah satu sarana penting dalam membentuk karakter, memperluas wawasan, dan mengasah keterampilan murid agar mampu menghadapi tantangan kehidupan yang semakin kompleks di masyarakat. Sekolah tidak sekadar tempat menimba ilmu pengetahuan, tetapi juga wadah untuk mengembangkan jati diri, membentuk nilai, serta melatih keterampilan sosial yang kelak akan menjadi bekal penting dalam kehidupan. Setiap mata pelajaran di sekolah memiliki kontribusi khas dalam mewujudkan tujuan mulia tersebut. Salah satunya adalah sosiologi, mata pelajaran yang mengajak murid memahami berbagai fenomena sosial di sekitarnya, baik dalam lingkup kecil seperti keluarga maupun dalam lingkup luas seperti masyarakat global. Melalui pembelajaran sosiologi, murid diarahkan untuk melihat bagaimana manusia hidup bersama, membangun interaksi, membentuk struktur sosial, serta menghadapi dinamika yang tidak pernah berhenti. Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan optimal, diperlukan perencanaan pembelajaran yang matang dan terarah.
Dalam kurikulum Merdeka, rencana pembelajaran sosiologi di kelas XI SMA untuk semester gasal dengan alokasi waktu 2 x 45 menit difokuskan pada materi bentuk-bentuk kelompok sosial. Materi ini memiliki arti penting karena kelompok sosial merupakan salah satu fondasi utama kehidupan bermasyarakat. Dengan memahami berbagai bentuk kelompok sosial, murid dapat mengenali ragam interaksi, mempelajari bagaimana struktur dan dinamika kelompok terbentuk, serta memahami peran setiap individu dalam sebuah komunitas. Pemahaman ini tidak hanya menambah pengetahuan, tetapi juga membentuk kepekaan sosial agar murid mampu melihat fenomena yang berkembang di sekitarnya dengan lebih kritis.
Identifikasi awal yang dilakukan guru menunjukkan bahwa murid kelas XI telah memiliki pengetahuan dasar tentang interaksi sosial dan struktur sosial, yang mereka peroleh ketika masih duduk di kelas X. Pengetahuan dasar ini menjadi modal awal yang baik untuk melangkah lebih jauh pada pembelajaran di tingkat berikutnya. Dengan bekal tersebut, pendidik dapat memperkenalkan bentuk-bentuk kelompok sosial dari berbagai perspektif. Misalnya, menurut Ferdinand Tönnies yang membedakan kelompok sosial menjadi gemeinschaft (paguyuban) dan gesellschaft (patembayan), atau Charles Horton Cooley yang mengemukakan konsep kelompok primer dan sekunder. Selain itu, kelompok sosial juga dapat dipahami berdasarkan sikap anggotanya serta bentuk organisasinya. Materi yang berlapis ini tidak hanya memperkaya wawasan murid tentang konsep-konsep sosiologis, tetapi juga melatih mereka berpikir kritis, menghubungkan teori dengan kenyataan, serta mengungkapkan hasil pemikiran melalui diskusi dan presentasi.
Kurikulum Merdeka menekankan pentingnya pembentukan Profil Pelajar Pancasila dalam setiap mata pelajaran. Dimensi yang menjadi fokus dalam pembelajaran ini antara lain keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan YME, kolaborasi, kemandirian, penalaran kritis, kreativitas, serta kemampuan komunikasi. Keenam dimensi ini sangat relevan dengan kebutuhan pembelajaran abad ke-21 yang tidak hanya menuntut kecerdasan kognitif, tetapi juga kemampuan bekerja sama, kemandirian dalam berpikir dan bertindak, kreativitas dalam menyelesaikan masalah, serta keterampilan berkomunikasi secara efektif. Dengan mengintegrasikan nilai-nilai tersebut dalam pembelajaran sosiologi, murid akan memperoleh pengalaman belajar yang lebih bermakna sekaligus membentuk karakter yang berintegritas.
Desain pembelajaran disusun dengan mengacu pada capaian akhir fase F, yaitu murid mampu berpikir kritis dan kreatif, melakukan kajian literasi terhadap fenomena sosiologi, menganalisis data, menyajikan hasil kajian, melaporkannya, serta mengomunikasikan temuan mereka secara baik. Selain itu, murid diharapkan dapat menunjukkan sikap berkesadaran sebagai warga negara yang baik, peduli terhadap lingkungan sosial, serta mampu menghasilkan proyek inovatif baik dalam bentuk digital maupun non-digital. Untuk mencapai tujuan tersebut, pembelajaran dirancang dengan melibatkan lintas disiplin ilmu. Dalam Bahasa Indonesia, murid berlatih menganalisis teks; dalam Pendidikan Kewarganegaraan mereka belajar tentang kesetaraan hak dan kewajiban; dalam Geografi murid memahami pola pemukiman; sementara dalam Sejarah mereka menelusuri perubahan sosial sepanjang peradaban manusia. Integrasi lintas disiplin ini memperkuat pemahaman murid tentang keterkaitan antarilmu dan menumbuhkan kesadaran bahwa pengetahuan bersifat saling melengkapi.
Tujuan pembelajaran yang lebih spesifik diarahkan agar murid mampu menjelaskan bentuk-bentuk kelompok sosial menurut Ferdinand Tönnies, Charles Horton Cooley, berdasarkan sikap anggotanya, serta berdasarkan bentuk organisasinya. Tidak berhenti pada penjelasan teoritis, murid juga dilatih mengaitkan konsep-konsep tersebut dengan fenomena nyata dalam kehidupan sehari-hari. Dengan begitu, pembelajaran menjadi lebih aplikatif dan relevan dengan pengalaman mereka. Topik yang diangkat adalah “Bentuk-Bentuk Kelompok Sosial” dengan praktik pedagogis yang menekankan diskusi dan presentasi. Melalui strategi ini, murid memperoleh kesempatan mengasah keterampilan komunikasi, melatih kemampuan berpikir kritis, serta mengembangkan keterampilan sosial dalam bekerja sama.
Kemitraan pembelajaran juga mendapat perhatian dalam rencana ini. Guru sosiologi berkolaborasi dengan guru mata pelajaran lain seperti Geografi, Bahasa Indonesia, PKn, dan Sejarah untuk memperkaya pemahaman murid. Lingkungan sekitar sekolah dijadikan sumber belajar, sehingga murid dapat melihat fenomena sosial secara langsung. Selain itu, teknologi digital seperti YouTube, Canva, dan PowerPoint turut diintegrasikan dalam proses pembelajaran. Murid memanfaatkannya untuk menyusun laporan dan presentasi. Pemanfaatan teknologi tidak hanya mempermudah, tetapi juga membuat pembelajaran lebih kontekstual dan selaras dengan perkembangan zaman.
Langkah-langkah pembelajaran dibagi ke dalam tiga tahapan utama, yaitu awal, inti, dan penutup. Pada tahap awal, pendidik membuka pelajaran dengan salam, doa, serta ice breaking sederhana untuk menciptakan suasana yang menyenangkan. Pendidik kemudian menyampaikan tujuan pembelajaran serta manfaat materi agar murid lebih termotivasi. Pada tahap inti, pembelajaran terdiri dari tiga pengalaman belajar utama: memahami, mengaplikasi, dan merefleksi. Pada tahap memahami, pendidik memberikan pertanyaan pemantik, melakukan apersepsi menggunakan gambar, serta melaksanakan pre-test untuk menggali pengetahuan awal murid sekaligus mengarahkan fokus mereka. Selanjutnya pada tahap mengaplikasi, murid dibagi ke dalam kelompok kerja dan mengerjakan lembar kerja berupa pembuatan peta konsep. Proses ini mendorong murid menghubungkan teori dengan praktik serta melatih keterampilan berpikir kritis. Setiap kelompok kemudian melakukan presentasi dan saling memberi tanggapan sehingga tercipta suasana belajar yang kolaboratif. Pada tahap merefleksi, pendidik bersama murid menyusun kesimpulan, melakukan refleksi atas jalannya pembelajaran, serta melaksanakan post-test untuk mengukur capaian belajar. Tahap penutup ditandai dengan pemberian apresiasi oleh pendidik dan penugasan mandiri berupa analisis kelompok sosial dalam kehidupan nyata.
Asesmen pembelajaran disusun secara menyeluruh dengan melibatkan tiga jenis penilaian. As learning dilakukan melalui pre-test untuk mengetahui pemahaman awal murid. For learning dilaksanakan selama proses pembelajaran melalui diskusi dan presentasi kelompok. Sedangkan of learning dilaksanakan pada akhir pembelajaran melalui post-test. Kombinasi ketiga bentuk asesmen tersebut memberikan gambaran komprehensif tentang perkembangan dan pencapaian murid, sekaligus menjadi bahan refleksi bagi guru untuk meningkatkan kualitas pembelajaran berikutnya.
Dari keseluruhan rancangan ini, dapat disimpulkan bahwa rencana pembelajaran sosiologi di kelas XI SMA dengan materi bentuk-bentuk kelompok sosial dirancang untuk memberikan pengalaman belajar yang mendalam. Pendekatan yang digunakan menekankan keterlibatan aktif murid dalam setiap tahap, sehingga mereka tidak hanya menerima informasi secara pasif, tetapi juga benar-benar terlibat dalam berpikir kritis, refleksi, dan penerapan konsep dalam kehidupan sehari-hari. Integrasi lintas disiplin ilmu, pemanfaatan teknologi digital, serta penekanan pada kolaborasi dan komunikasi semakin memperkuat kualitas pembelajaran.
Dengan rencana pembelajaran yang matang, guru sosiologi diharapkan dapat menciptakan suasana belajar yang bermakna, menyenangkan, dan relevan. Melalui pemahaman tentang kelompok sosial, murid bukan hanya memperluas pengetahuan, tetapi juga mengembangkan sikap kritis, peduli, dan bertanggung jawab. Semua itu sejalan dengan tujuan pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang berkarakter, mandiri, kreatif, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.
Penulis : Lilis Sumantri, S.Sos., Guru Sosiologi SMA Negeri 1 Mojolaban Sukoharjo