Sabtu, 18-10-2025
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat
  • Website Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan SahabatWebsite Ardan Sirodjuddin menerima tulisan artikel Guru, Kepala Sekolah dan Praktisi Pendidikan dalam Kolom Tulisan Sahabat

Mengatasi Kendala Guru dalam Menerapkan Pendekatan Deep Learning

Diterbitkan :

Dalam semangat transformasi pendidikan nasional yang tengah diusung oleh Kemendikdasmen, pendekatan deep learning muncul sebagai salah satu fondasi penting dalam upaya membentuk pembelajaran yang relevan dengan tantangan zaman. Bukan sekadar tren atau istilah baru dalam dunia pendidikan, deep learning sejatinya merupakan pendekatan yang menekankan pembelajaran bermakna dan mendalam—yang mengutamakan proses berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan refleksi dalam kegiatan belajar siswa. Namun di balik semangat besar ini, realitas di lapangan menunjukkan bahwa penerapannya masih jauh dari harapan. Banyak guru masih kebingungan, canggung, bahkan ragu-ragu dalam mempersiapkan  pendekatan ini.

Kebingungan para guru bukan tanpa alasan. Sejumlah hambatan mengemuka dan saling terkait, mulai dari minimnya pelatihan intensif yang memberi panduan praktis, terbatasnya pemahaman tentang konsep dan teknis deep learning, hingga kurangnya dukungan infrastruktur pembelajaran yang memadai. Dalam banyak kasus, guru-guru merasa seolah ditinggalkan sendirian menghadapi perubahan besar tanpa cukup bekal dan alat bantu. Padahal, deep learning bukanlah metode instan yang bisa diterapkan begitu saja, melainkan membutuhkan pemahaman filosofis yang kuat serta keterampilan teknis yang terasah melalui pengalaman dan bimbingan.

Salah satu persoalan mendasar yang sering muncul adalah lemahnya pemahaman konseptual para guru mengenai perbedaan antara pembelajaran berbasis hafalan dan pembelajaran bermakna. Banyak guru belum memahami bahwa deep learning tidak identik dengan teknologi canggih atau perangkat mahal, melainkan lebih pada pendekatan yang menggugah nalar dan rasa ingin tahu siswa. Ini berkebalikan dengan surface learning yang hanya menyentuh permukaan materi tanpa membangun koneksi dan pemahaman mendalam. Begitu pula dengan peran guru yang tak lagi sekadar “mengajar” dalam arti mentransfer informasi, tetapi menjadi fasilitator yang mendorong eksplorasi dan penemuan oleh siswa itu sendiri.

Selain masalah konseptual, tantangan berikutnya terletak pada minimnya pelatihan yang bersifat spesifik dan praktis. Banyak kegiatan peningkatan kompetensi guru berlangsung dalam bentuk seminar atau lokakarya umum tanpa pendampingan di kelas nyata. Akibatnya, guru kesulitan menerjemahkan konsep ke dalam praktik pembelajaran harian, terutama dalam konteks mata pelajaran atau jenjang tertentu. Kurangnya contoh konkret dan tidak adanya bimbingan langsung membuat guru ragu dan akhirnya kembali ke metode lama yang lebih nyaman.

Permasalahan lain yang tak kalah penting adalah keterbatasan sarana dan prasarana. Di sejumlah daerah, akses internet masih menjadi barang mewah. Perangkat digital seperti laptop, tablet, atau proyektor hanya tersedia dalam jumlah terbatas, sementara lingkungan belajar belum mendukung pembelajaran aktif dan eksploratif. Ketika deep learning dibicarakan, banyak guru merasa tidak memiliki “modal” yang cukup untuk mulai mencoba, baik dari sisi teknologi maupun ruang kelas yang kondusif.

Tak hanya faktor teknis, tantangan juga datang dari budaya sekolah yang masih tradisional. Guru, kepala sekolah, bahkan orang tua kerap memandang metode baru dengan skeptis. Mereka khawatir jika pendekatan yang tidak berorientasi pada hafalan dan angka akan merugikan siswa dalam evaluasi standar. Nilai ujian masih menjadi patokan utama keberhasilan, dan penilaian autentik seperti portofolio atau proyek belum sepenuhnya diakui sebagai alat ukur yang valid. Dalam iklim seperti ini, inovasi sering kali berakhir sebagai slogan tanpa daya dorong.

Namun demikian, tantangan ini bukan tidak bisa diatasi. Kunci utamanya terletak pada perencanaan sistematis, pelatihan berkelanjutan, dan dukungan penuh dari berbagai pihak. Pelatihan intensif dan kolaboratif bisa menjadi langkah awal yang strategis. Melalui pendekatan Training of Trainers (TOT), guru-guru terpilih dapat dibekali dengan kemampuan mendalam untuk kemudian menjadi agen perubahan di daerahnya masing-masing. Pelatihan harus menyertakan simulasi nyata, studi kasus, dan pendampingan langsung yang memungkinkan guru mengalami dan mengevaluasi penerapan deep learning dalam kelas mereka sendiri.

Selanjutnya, penting bagi pemerintah dan institusi pendidikan untuk menyediakan modul praktis dan contoh praktik baik. Modul yang dikembangkan harus relevan dengan berbagai mata pelajaran dan jenjang pendidikan. Sementara itu, video pembelajaran dari guru-guru yang telah berhasil menerapkan deep learning akan menjadi sumber inspirasi dan referensi konkret. Semua materi ini bisa dihimpun dalam platform digital seperti portal PMM agar mudah diakses oleh seluruh guru di Indonesia.

Tak kalah penting adalah penguatan komunitas profesional guru Terutama Bagi guru /pendidik di PAUD. Melalui forum seperti PKG ,HIMPAUDI ,GUGUS dan komunitas guru daring, para pendidik bisa saling bertukar pengalaman, membahas tantangan, dan merancang solusi bersama. Kolaborasi antar guru kelas dan guru dari lembaga lain dalam proyek integratif berbasis deep learning juga bisa menjadi wahana belajar yang memperkaya baik bagi guru maupun siswa.

Tentu saja, semua inisiatif tersebut memerlukan dukungan infrastruktur yang memadai. Pemerintah daerah dan sekolah harus secara bertahap memastikan tersedianya perangkat digital minimal dan jaringan internet yang stabil. Dalam jangka menengah, pembangunan platform lokal yang bisa diakses secara luring maupun daring akan sangat membantu menjembatani kesenjangan akses digital.

Yang tak boleh dilupakan adalah sosialisasi kepada orang tua dan masyarakat. Perubahan paradigma dalam pendidikan harus dijelaskan secara terbuka agar mendapat dukungan penuh. Seminar, pertemuan orang tua, serta publikasi hasil pembelajaran berbasis deep learning akan membangun kepercayaan publik. Penilaian tetap bisa objektif melalui penggunaan portofolio, asesmen autentik, dan rubrik yang jelas, bahkan mampu memberikan gambaran yang lebih utuh tentang kemampuan siswa.

Jika seluruh langkah ini dijalankan secara konsisten dan terintegrasi, hasil yang diharapkan bukan lagi sekadar kemungkinan, melainkan keniscayaan. Guru akan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi dan keterampilan yang cukup untuk menerapkan deep learning dalam kelas. Proses belajar akan menjadi lebih bermakna, menggugah rasa ingin tahu, dan membekali siswa dengan kemampuan berpikir tingkat tinggi yang sangat dibutuhkan di abad ke-21. Mereka tidak lagi menjadi sekadar penghafal informasi, tetapi menjadi pemecah masalah, pemikir kritis, dan kreator solusi.

Pada akhirnya, ekosistem pembelajaran yang inovatif dapat terbangun, dimulai dari ruang-ruang kelas kecil hingga menjadi gerakan nasional yang mengubah wajah pendidikan Indonesia. Di balik segala keterbatasan dan tantangan, deep learning menawarkan harapan baru tentang bagaimana pendidikan bisa menjangkau hati dan pikiran siswa secara lebih dalam.

Transformasi pendidikan bukanlah proyek sehari dua hari, tetapi perjalanan panjang yang membutuhkan komitmen dan sinergi. Namun langkah awalnya sederhana: percaya bahwa perubahan mungkin. Ketika guru-guru di seluruh Indonesia mulai melihat diri mereka bukan hanya sebagai pengajar, tetapi sebagai pembelajar dan pembaru, maka Merdeka Belajar bukan sekadar slogan, melainkan kenyataan yang hidup dalam setiap proses pembelajaran.

Merdeka belajar dimulai dari guru yang percaya bahwa mereka punya kapasitas untuk berubah dan membawa perubahan. Dan dengan itu, pendidikan Indonesia melangkah mantap menuju masa depan.

Penulis :  Siti Rohmatun,S.H.I,S.Pd Pengelola PAUD POS PAUD Sido Makmur Kab Kudus