Perkalian adalah salah satu keterampilan dasar yang menjadi fondasi penting dalam pembelajaran matematika. Di tingkat sekolah menengah pertama (SMP), penguasaan perkalian menjadi gerbang menuju materi yang lebih kompleks seperti pecahan, persamaan, perbandingan, hingga operasi bilangan yang lebih tinggi. Tanpa keterampilan ini, siswa akan kesulitan mengikuti pembelajaran dan rentan mengalami ketertinggalan. Ironisnya, kenyataan di lapangan menunjukkan masih banyak siswa kelas 7 SMP yang belum menguasai perkalian dengan baik. Fenomena ini bukan hanya terjadi di sekolah-sekolah pinggiran, tetapi juga banyak ditemukan di sekolah dengan fasilitas yang memadai. Dampak dari kondisi ini sangat nyata, siswa kesulitan memahami konsep-konsep lanjutan yang memerlukan keterampilan hitung dasar seperti pecahan, aljabar, atau perhitungan persentase. Hambatan ini secara tidak langsung memengaruhi rasa percaya diri siswa, memunculkan rasa cemas saat menghadapi soal-soal matematika, dan pada akhirnya membuat mereka semakin jauh dari ketertarikan terhadap mata pelajaran ini.
Kondisi ini diperkuat dari observasi guru yang menyadari bahwa kelemahan siswa dalam perkalian bukan semata-mata karena mereka tidak mau belajar, melainkan akibat kelemahan fondasi yang tidak teratasi sejak di jenjang sebelumnya. Banyak guru yang mengalami situasi serba dilematis, di satu sisi harus mengikuti tuntutan kurikulum kelas 7 yang mengharuskan siswa memahami materi sesuai standar usia dan kelas, namun di sisi lain tidak bisa mengabaikan fakta bahwa masih banyak siswa yang belum menguasai perkalian dasar. Tanpa intervensi yang tepat dan menyenangkan, siswa yang lemah dalam perkalian akan terus terbebani dan semakin tertinggal. Karena itu, dibutuhkan strategi yang sistematis, ringan, dan terintegrasi dalam pembelajaran agar perbaikan keterampilan perkalian ini tidak menjadi momok bagi siswa, melainkan menjadi bagian yang menyenangkan dalam proses belajar mereka.
Langkah awal yang bisa dilakukan guru adalah melakukan diagnosa yang jujur dan sistematis. Pemetaan siswa yang mengalami kesulitan perkalian perlu dilakukan sedini mungkin, misalnya saat awal semester. Guru dapat menggunakan metode yang sederhana namun efektif seperti kuis singkat 10-15 soal perkalian, permainan cepat seperti number race, atau kuis interaktif menggunakan kartu bilangan. Tujuan dari kegiatan ini bukan untuk memberi nilai, melainkan memetakan secara akurat siapa saja siswa yang membutuhkan penguatan. Dengan data ini, guru dapat lebih fokus memberikan intervensi yang sesuai tanpa harus menebak-nebak.
Setelah data siswa yang perlu penguatan terpetakan, langkah berikutnya adalah menyisipkan waktu khusus latihan perkalian setiap minggu. Tidak perlu mengorbankan waktu pembelajaran utama, cukup alokasikan 5-10 menit di awal atau akhir pelajaran sebagai pemanasan otak. Agar kegiatan ini tidak membosankan, guru bisa memvariasikan metode seperti tantangan papan tulis, game kelompok siapa cepat siapa tepat, atau permainan tebak angka menggunakan flash card. Dengan mengemas latihan ini dalam bentuk permainan, siswa akan merasa santai dan tidak tertekan, bahkan bisa jadi menanti-nanti sesi latihan ini sebagai hiburan di sela pembelajaran yang serius.
Bagi siswa yang sangat visual, penggunaan media kreatif dan visual bisa menjadi senjata ampuh. Memberikan tabel perkalian saku yang ditempel di meja mereka, alat bantu garis bilangan, atau memutar video animasi perkalian dapat memancing imajinasi dan mempercepat pemahaman. Banyak siswa yang selama ini kesulitan menghafal perkalian ternyata lebih cepat paham ketika diberikan media yang menarik secara visual.
Strategi berikutnya adalah memanfaatkan kekuatan peer teaching atau kolaborasi antar siswa. Guru dapat menunjuk siswa yang sudah lancar perkalian untuk menjadi mentor sebaya bagi temannya yang masih kesulitan. Program sederhana seperti teman belajar 10 menit, tantangan berpasangan, atau permainan relay race hitung perkalian tidak hanya membantu siswa yang lemah, tetapi juga menumbuhkan solidaritas dan mengurangi rasa malu belajar di depan teman-teman.
Pengulangan adalah kunci keberhasilan dalam penguasaan perkalian. Oleh karena itu, penting bagi guru untuk terus mengulang perkalian dalam berbagai konteks soal, misalnya soal cerita sederhana, perhitungan harga barang, atau soal yang melibatkan pecahan dan desimal. Pengulangan yang terintegrasi dalam soal-soal ini membantu membentuk muscle memory siswa, sehingga mereka terbiasa mengoperasikan perkalian tanpa berpikir lama.
Tidak kalah penting, penguatan positif dan apresiasi harus menjadi bagian dari strategi. Memberikan stiker, tepuk tangan, atau penghargaan mingguan seperti “Bintang Perkalian” untuk siswa yang menunjukkan kemajuan sekecil apapun akan membangun rasa percaya diri mereka. Hal ini sederhana, tetapi berdampak besar dalam menciptakan atmosfer belajar yang suportif.
Keterlibatan orang tua juga perlu diupayakan. Guru bisa mengirimkan surat kecil kepada orang tua siswa yang kesulitan, berisi tips latihan perkalian di rumah seperti menggunakan kartu angka sederhana, meluangkan 5-10 menit sehari untuk latihan, atau bermain permainan matematika interaktif yang mudah didapatkan. Dengan melibatkan orang tua, siswa akan mendapat penguatan tidak hanya di sekolah, tapi juga di rumah.
Di era digital saat ini, teknologi dapat menjadi alat bantu yang efektif. Guru bisa memanfaatkan aplikasi gratis seperti Math Duel, Hitung Cepat, atau memodifikasi Quizizz dan Kahoot untuk membuat latihan perkalian yang menyenangkan. Siswa biasanya lebih antusias jika belajar melalui aplikasi yang memiliki unsur game dan interaktif.
Semua strategi ini dapat diterapkan secara bertahap tanpa harus mengganggu target pembelajaran utama. Guru bisa memulai dengan diagnosa ringan dan menyenangkan, menyisipkan latihan perkalian rutin, memanfaatkan media kreatif, mengembangkan peer teaching, hingga mengintegrasikan perkalian dalam soal-soal kontekstual. Dengan langkah-langkah ini, guru tidak hanya membantu siswa menguasai perkalian, tetapi juga menanamkan kebiasaan belajar yang menyenangkan dan membangun rasa percaya diri mereka.
Hasil dari pendekatan ini telah terbukti di SMP Negeri 1 Ungaran yang menunjukkan peningkatan signifikan dalam kemampuan perkalian siswa kelas 7. Dengan pendekatan yang humanis, kreatif, dan konsisten, keterampilan perkalian siswa dapat ditingkatkan tanpa menambah beban psikologis mereka. Lebih dari itu, siswa akan merasakan bahwa matematika bisa menjadi pelajaran yang menyenangkan dan penuh tantangan yang membangun rasa percaya diri untuk menaklukkan materi-materi lanjutan.
Penulis : Sukartiningsih, Guru Matematika SMP Negeri 1 Ungaran