Dedi Widiyartanto, lulusan tahun 2023 dari jurusan Teknik Instalasi Tenaga Listrik SMK Muhammadiyah 2 Cepu, adalah sosok yang percaya bahwa masa depan bisa dimulai dari tempat yang sederhana. Bagi Dedi, pilihan masuk ke jurusan listrik bukan sekadar keputusan teknis, tetapi keyakinan bahwa listrik adalah masa depan energi yang akan selalu dibutuhkan di segala lini kehidupan. Ketika ia diterima di sekolah ini, dunia sedang berada di tengah badai pandemi COVID-19. Segala aktivitas terbatas, pembelajaran beralih ke daring, dan harapan banyak orang terasa mengendur. Namun, Dedi justru memandang masa sulit ini sebagai titik awal untuk membuktikan tekadnya. “Saya percaya, masa depan bisa dimulai dari tempat yang sederhana, asal kita punya tekad yang besar,” ucapnya suatu kali.
Masa awal sekolah menjadi tantangan berat. Pembelajaran daring memerlukan kuota internet yang stabil, sementara kondisi ekonomi keluarganya sedang terpuruk. Suatu hari, ibunya menangis karena tidak punya uang untuk membeli kuota. Bagi Dedi, itu bukan sekadar tangisan, melainkan cambuk semangat. Ia memutuskan berjalan ke balai desa untuk mengakses Wi-Fi gratis demi bisa mengerjakan tugas-tugas sekolah. “Air mata ibu adalah bahan bakar semangat saya untuk sukses,” katanya dengan mata berbinar. Momen itu menjadi pengingat baginya bahwa setiap keterbatasan hanya akan membentuknya menjadi pribadi yang lebih kuat.
Seiring berjalannya waktu, Dedi mulai merasakan dinamika belajar di SMK Muhammadiyah 2 Cepu. Teori dan praktik berjalan beriringan, membentuk keterampilan yang tidak hanya tersimpan di kepala, tetapi juga terasah di tangan. Ia mempelajari alat ukur, resistor, teknik wiring, PLC, smart relay, hingga instalasi rumah. Rasa ingin tahunya yang tinggi membuatnya cepat menguasai materi, dan ia sering memanfaatkan waktu luang untuk berlatih di bengkel sekolah. Tantangan berikutnya datang ketika ia menjalani Praktik Kerja Lapangan (PKL) di dua tempat berbeda. Pertama di bengkel las Karya Mulia, di mana ia belajar dasar-dasar teknik las dan pemeliharaan peralatan. Kedua di Fasharkan Lantamal V Surabaya, sebuah lingkungan TNI AL yang penuh disiplin.
Pengalaman PKL di Surabaya menjadi bab penting dalam hidupnya. Setiap hari ia menempuh jarak 8 kilometer dengan bersepeda untuk mencapai lokasi. Hidup di lingkungan militer memberinya pelajaran berharga tentang kedisiplinan, ketepatan waktu, dan kerja sama tim. “Jarak bukan penghalang, selama kita tahu tujuan,” ujarnya. Kebiasaan bangun pagi, merapikan perlengkapan kerja, dan mematuhi prosedur membuatnya lebih siap menghadapi tantangan di dunia kerja kelak.
Setelah lulus, Dedi tidak ingin berhenti belajar. Ia mendaftar kuliah di Semarang, sekaligus mencoba mengikuti rekrutmen PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) melalui Job Fair Universitas Sebelas Maret (UNS). Namun, usahanya pertama kali berujung kegagalan di tahap awal seleksi. Meski kecewa, ia tidak menyerah. Secara diam-diam, ia mencoba lagi melalui jalur rekrutmen eksternal PT KAI. Tahap demi tahap ia lalui: administrasi, tes kesehatan, wawancara, hingga tes kompetensi. Prosesnya memakan waktu dan tenaga, tetapi semangatnya tidak pernah padam. “Kegagalan bukan akhir cerita, tapi awal dari babak baru yang lebih kuat,” ungkapnya.
Momen yang paling mengharukan datang ketika ia menerima kabar kelulusan. Saat itu, Dedi sedang pulang ke rumah untuk menjenguk ibunya yang sakit. Ponselnya berdering, dan suara dari seberang memberi kabar bahwa ia lolos dari 32.000 peserta menjadi salah satu yang diterima. Air mata haru pun tumpah. Kali ini bukan air mata kesedihan, melainkan kebanggaan. Ia ditempatkan di Divre IV Tanjungkarang, unit Sarana. “Saya ingin ibu tersenyum, bukan menangis lagi karena kesulitan,” katanya sambil menahan getar suara.
Di PT KAI, Dedi merasakan betapa pentingnya ilmu yang ia peroleh di sekolah. Keterampilan membaca wiring, menggunakan alat ukur, dan memahami sistem kontrol menjadi modal utama dalam pekerjaannya. Tugas-tugas yang melibatkan pengecekan sistem kelistrikan kereta, perawatan peralatan, hingga memastikan keamanan operasional bisa ia tangani berkat pembelajaran yang matang di SMK. Ia selalu mengingat jasa guru-gurunya yang sabar membimbing. “Guru bukan hanya pengajar, tapi cahaya yang menuntun di saat gelap,” ujarnya.
Bagi Dedi, perjalanan ini bukan sekadar kisah tentang pendidikan dan pekerjaan. Ini adalah cerita tentang keyakinan, ketekunan, dan cinta keluarga yang menjadi fondasi dari segala pencapaian. Ia berharap kisahnya bisa menginspirasi siswa-siswa lain agar tidak takut bermimpi meskipun berasal dari latar belakang sederhana. Ia percaya bahwa SMK Muhammadiyah 2 Cepu adalah tempat yang bukan hanya mengajarkan ilmu, tetapi juga membentuk karakter dan mental yang siap menghadapi dunia kerja.
Tentang perjuangan di masa sulit, ia berkata, “Kesulitan bukan untuk ditakuti, tapi untuk ditaklukkan. Karena di balik kesulitan, ada kekuatan yang sedang dibentuk.” Mengenai semangat belajar, ia meyakini, “Belajar bukan hanya soal nilai, tapi tentang membangun masa depan yang kita impikan.” Tentang tekad dan impian, ia berpesan, “Impian besar dimulai dari langkah kecil yang dilakukan dengan tekad yang kuat.” Tentang peran orang tua, ia tak ragu mengatakan, “Doa orang tua adalah bahan bakar paling kuat dalam perjalanan menuju kesuksesan.”
Ia juga memahami bahwa kegagalan hanyalah bagian dari proses. “Gagal itu biasa, tapi bangkit dan mencoba lagi adalah pilihan luar biasa,” katanya. Tentang keberhasilan, ia menambahkan, “Keberhasilan bukan hanya soal hasil akhir, tapi tentang proses panjang yang dijalani dengan sabar dan semangat.” Dan tentu saja, penghargaan tertingginya ia tujukan untuk para pendidik. “Guru bukan hanya pengajar, mereka adalah pelita yang menerangi jalan kita menuju masa depan.”
Kini, Dedi menjalani pekerjaannya dengan penuh rasa syukur. Setiap kali melihat senyum ibunya, ia merasa perjuangan panjangnya terbayar lunas. Kisahnya menjadi bukti nyata bahwa keberhasilan tidak ditentukan oleh seberapa mewah tempat kita memulai, tetapi oleh seberapa besar tekad kita untuk melangkah maju. SMK Muhammadiyah 2 Cepu telah menjadi saksi perjalanan itu—tempat sederhana yang melahirkan mimpi besar.
Penulis : Joko Mulyono, S.Pd, Guru SMK Muhammadiyah 2 Cepu