Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan salah satu kegiatan inti dalam pendidikan vokasi yang tidak dapat dipisahkan dari kurikulum di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). PKL memberi kesempatan kepada siswa untuk menerapkan ilmu yang telah mereka pelajari di kelas ke dalam dunia nyata, khususnya di Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Kegiatan ini tidak hanya bertujuan melatih keterampilan teknis, tetapi juga membekali siswa dengan etos kerja, sikap profesional, serta kemampuan beradaptasi dengan lingkungan kerja sesungguhnya. Karena itu, keberhasilan PKL tidak hanya diukur dari seberapa lama siswa berada di industri, melainkan juga dari sejauh mana sekolah mampu melakukan monitoring terhadap kegiatan tersebut. Monitoring menjadi kunci untuk memastikan bahwa tujuan pembelajaran vokasi tercapai dengan baik.
Namun, pelaksanaan monitoring PKL tidak semudah yang dibayangkan. Salah satu tantangan utama adalah koordinasi antara pihak sekolah dan DUDI yang seringkali menghadapi kendala teknis maupun komunikasi. Sekolah perlu memastikan bahwa guru atau petugas monitoring mampu melaksanakan tugasnya dengan baik, sementara pihak industri membutuhkan kepastian bahwa kehadiran siswa benar-benar membawa manfaat, bukan sekadar formalitas. Di sinilah titik kritis monitoring PKL. Tanpa koordinasi yang jelas, monitoring bisa kehilangan arah, sehingga kegiatan PKL hanya menjadi rutinitas tanpa memberikan pengalaman bermakna bagi siswa.
Dalam praktiknya, terdapat beberapa masalah mendasar yang sering muncul dalam monitoring PKL. Salah satunya adalah kendala komunikasi internal di tingkat sekolah. Tidak jarang ketua maupun sekretaris jurusan memilih untuk tidak bergabung dalam grup WhatsApp PKL yang dibentuk untuk koordinasi. Hal ini menimbulkan kesenjangan informasi karena seharusnya pihak jurusan memiliki peran penting dalam mengawal keberhasilan PKL. Selain itu, perbedaan kebijakan teknis antar jurusan juga menambah kerumitan. Setiap jurusan memiliki pendekatan sendiri-sendiri dalam monitoring, yang seringkali tidak selaras dengan kebijakan sekolah secara keseluruhan. Akibatnya, guru monitoring kebingungan dalam menerapkan prosedur yang seragam, dan siswa merasakan ketidakteraturan dalam pelaksanaan PKL.
Kendala lain muncul dari aspek operasional. Banyak guru atau petugas monitoring yang disibukkan dengan tugas mengajar, administrasi, atau kegiatan sekolah lainnya, sehingga tidak sempat membuka WhatsApp koordinasi secara rutin. Kondisi ini membuka celah terjadinya miskomunikasi, misalnya terkait jadwal kunjungan monitoring, pengisian berkas, atau laporan kegiatan siswa di industri. Potensi miskomunikasi ini bisa mengganggu kelancaran pelaksanaan PKL, bahkan menimbulkan kesan bahwa sekolah kurang serius dalam mengawasi siswanya. Bagi siswa, hal tersebut berdampak langsung pada pengalaman belajar mereka. Tanpa monitoring yang jelas, siswa merasa tidak terpantau, padahal salah satu tujuan PKL adalah memastikan pembelajaran tetap berlangsung meski berada di luar sekolah.
Menyadari berbagai kendala tersebut, sekolah perlu mengambil langkah solutif yang sistematis. Salah satu strategi yang efektif adalah mengadakan pemantapan teknis dan pembekalan khusus bagi guru monitoring sebelum PKL dilaksanakan. Melalui kegiatan ini, seluruh guru monitoring mendapat arahan yang jelas mengenai prosedur yang harus dijalankan, sehingga perbedaan teknis antar jurusan dapat diminimalisasi. Dalam pemantapan tersebut, dijelaskan secara detail teknis pelaksanaan monitoring, mulai dari pengisian berkas monitoring, cara mendokumentasikan kegiatan siswa melalui foto, hingga pengisian daftar hadir dengan Google Form. Tidak kalah penting, guru juga diberi arahan mengenai prosedur pengembalian berkas monitoring dan tata cara pengambilan transport, sehingga administrasi berjalan lebih tertib.
Penekanan utama dalam pemantapan ini adalah keseragaman prosedur dan profesionalisme. Semua guru monitoring didorong untuk mengikuti standar yang sama agar koordinasi dengan DUDI berjalan lebih efektif. Dengan adanya prosedur yang jelas, setiap guru memahami perannya sebagai jembatan antara sekolah dan industri. Guru monitoring tidak hanya bertugas mengecek kehadiran siswa, tetapi juga memastikan bahwa siswa memperoleh pengalaman belajar yang sesuai dengan kompetensi jurusan. Dalam hal ini, monitoring tidak boleh dipandang sebagai formalitas, melainkan sebagai instrumen penting untuk menjaga mutu pendidikan vokasi.
Hasil dari penerapan langkah-langkah tersebut terlihat nyata. Monitoring PKL dapat berjalan dengan lebih tertib dan sesuai harapan. Komunikasi antara sekolah dan DUDI menjadi lebih erat, karena guru monitoring mampu menjelaskan tujuan sekolah sekaligus mendengarkan masukan dari pihak industri. Profesionalisme guru monitoring juga semakin meningkat, karena mereka dibekali dengan pemahaman dan prosedur yang jelas sebelum terjun ke lapangan. Sementara itu, siswa mendapatkan pengalaman PKL yang lebih berkualitas. Mereka merasa terpantau, mendapat arahan yang lebih jelas, serta lebih percaya diri menjalani kegiatan di industri.
Selain dampak positif bagi siswa, sekolah juga memperoleh keuntungan jangka panjang dari monitoring yang baik. Reputasi sekolah di mata DUDI meningkat karena terlihat serius dalam mendampingi siswanya. Hal ini membuka peluang kerja sama lebih luas di masa depan, baik untuk kegiatan PKL berikutnya maupun untuk program rekrutmen lulusan. Dengan demikian, monitoring PKL yang tertata rapi bukan hanya memberi manfaat bagi siswa saat ini, tetapi juga memperkuat hubungan sekolah dengan dunia kerja di masa mendatang.
Dari refleksi pelaksanaan monitoring, dapat dipetik beberapa pembelajaran penting. Pertama, menyatukan persepsi antar jurusan merupakan hal krusial. Perbedaan teknis di tingkat jurusan memang tidak bisa dihindari, tetapi dengan komunikasi yang intensif dan prosedur yang seragam, perbedaan tersebut bisa dikelola dengan baik. Kedua, peran aktif guru monitoring sangat menentukan. Guru bukan hanya sekadar pengawas, tetapi juga mediator yang menjembatani kebutuhan sekolah dengan ekspektasi industri. Ketiga, teknologi sederhana seperti WhatsApp dan Google Form terbukti sangat membantu jika dikelola dengan baik. Meskipun sederhana, keduanya mampu mempercepat alur komunikasi dan memperkuat dokumentasi kegiatan PKL. Hal ini membuktikan bahwa keberhasilan monitoring tidak bergantung pada canggihnya teknologi, melainkan pada sejauh mana teknologi tersebut digunakan dengan disiplin dan konsisten.
Pada akhirnya, dapat disimpulkan bahwa monitoring PKL yang baik membutuhkan sinergi, strategi, dan komunikasi yang terbuka. Semua pihak, mulai dari guru, jurusan, sekolah, hingga DUDI harus berada pada satu visi yang sama: memberikan pengalaman terbaik bagi siswa. Tanpa monitoring yang baik, PKL hanya akan menjadi kegiatan rutinitas. Namun, dengan monitoring yang terencana, PKL bisa menjadi pengalaman bermakna yang memperkaya keterampilan, sikap, dan wawasan siswa. Oleh karena itu, sekolah vokasi perlu terus menyempurnakan sistem monitoring PKL melalui evaluasi berkelanjutan dan inovasi kreatif.
Harapannya, kegiatan PKL di masa depan tidak hanya menjadi kewajiban kurikuler, tetapi juga wahana strategis yang memperkuat hubungan sekolah dengan dunia kerja. Dengan sinergi yang baik, lulusan SMK akan lebih siap menghadapi tantangan global, dan pendidikan vokasi benar-benar menjadi jawaban atas kebutuhan tenaga kerja yang profesional, kompeten, dan berdaya saing tinggi.
Penulis : Joko Mulyono, S.Pd, Guru SMK Muhammadiyah 2 Cepu