Visi adalah nyawa dari sebuah satuan pendidikan. Ia bukan sekadar sederet kata dalam dokumen resmi, melainkan fondasi arah, semangat perubahan, dan penanda komitmen kolektif menuju masa depan yang lebih baik. Visi mengandung harapan dan impian yang dituliskan dengan sadar untuk membimbing setiap langkah, keputusan, dan kebijakan sekolah. Dalam konteks pengembangan satuan pendidikan, terutama di era kurikulum yang terus berkembang seperti saat ini, visi menjadi kebutuhan mendasar yang tak bisa diabaikan.
Bagi SMK Negeri 10 Semarang, urgensi ini semakin menguat seiring dengan akan dimulainya Rencana Kerja Jangka Menengah (RKJM) kedua pada Januari 2026. Perjalanan RKJM pertama telah menjadi catatan penting dalam menapaki perubahan. Kini, memasuki fase baru, SMK Negeri 10 Semarang memerlukan visi yang tidak hanya segar dan inspiratif, tetapi juga relevan dengan tantangan zaman, selaras dengan kebutuhan pembelajaran mendalam, dan mencerminkan semangat kolektif seluruh warga sekolah.
Secara esensial, visi sekolah adalah gambaran ideal masa depan yang ingin diwujudkan bersama. Ia menggambarkan situasi dan kondisi yang dicita-citakan oleh seluruh pemangku kepentingan pendidikan di satuan tersebut. Dalam visi terkandung semangat transformasi, arah jangka panjang, dan nilai-nilai yang diyakini bersama. Karena itu, visi seharusnya bukan produk individual seorang kepala sekolah atau hasil kerja administratif semata. Ia adalah cita-cita kolektif yang tumbuh dari refleksi mendalam atas kebutuhan, potensi, dan harapan bersama seluruh warga sekolah—dari guru, siswa, orang tua, hingga masyarakat sekitar.
Menjadikan visi sekadar dokumen administratif akan mereduksi maknanya. Banyak sekolah memiliki visi yang tertulis rapi dalam lembaran kertas, terpajang di dinding ruang kepala sekolah, tetapi tidak berfungsi dalam praktik keseharian. Visi semacam ini ibarat perahu tanpa arah—ia ada, tapi tidak membawa siapa pun ke tujuan. Visi yang sejati adalah visi yang hidup, yang menjadi panduan nyata dalam setiap langkah strategis sekolah, dalam setiap interaksi guru dan siswa, dan dalam setiap program yang dilaksanakan.
Mengacu pada Panduan Pengembangan Kurikulum Satuan Pendidikan (Hastasasi et al., 2024), visi yang baik harus memiliki karakteristik tertentu. Ia harus ideal—mencerminkan masa depan yang diimpikan, tetapi tetap realistis untuk dicapai. Ia juga harus kredibel, dapat dipercaya dan mencerminkan konteks satuan pendidikan. Visi perlu atraktif, menarik dan menginspirasi, serta singkat dan mudah dipahami agar dapat diingat dan diinternalisasi oleh seluruh warga sekolah. Yang tak kalah penting, visi harus berfokus pada mutu dan transformasi pembelajaran.
Kaitan antara karakteristik visi dan pembelajaran mendalam menjadi semakin penting dalam konteks pendidikan saat ini. Menurut Quinn et al. (2019) dalam Dive into Deep Learning: Tools and Engagement, pembelajaran mendalam merupakan pendekatan yang menekankan eksplorasi ide, kolaborasi antarindividu, refleksi terhadap proses belajar, dan inovasi sebagai hasil akhir. Pembelajaran semacam ini tidak bisa tumbuh dalam ekosistem pendidikan yang tidak memiliki arah jangka panjang. Oleh karena itu, visi menjadi dasar yang kuat bagi strategi pembelajaran mendalam. Visi mengarahkan bagaimana guru merancang proses belajar, bagaimana sekolah membangun budaya akademik, serta bagaimana murid diposisikan sebagai subjek aktif dalam pembelajaran.
Dalam penyusunan visi yang selaras dengan pembelajaran mendalam, pendekatan partisipatif menjadi sangat krusial. Visi yang ideal tidak lahir dari ruang rapat yang eksklusif, tetapi dari proses dialog yang terbuka. Guru, siswa, orang tua, komite sekolah, hingga mitra dari dunia industri dan masyarakat luas perlu dilibatkan. Proses ini tidak hanya menghasilkan rumusan yang kaya perspektif, tetapi juga membangun rasa memiliki terhadap visi yang disepakati. Ketika semua pihak merasa turut berperan dalam merumuskan visi, maka komitmen untuk mewujudkannya akan tumbuh secara alami.
Keterlibatan ini juga sejalan dengan pemikiran Peter Senge dalam The Fifth Discipline: The Art & Practice of The Learning Organization (2006). Senge memperkenalkan konsep learning organization atau organisasi pembelajar, yakni institusi yang terus belajar, bertumbuh, dan berkembang dari waktu ke waktu. Dalam konteks sekolah, ini berarti satuan pendidikan harus menjadi ruang belajar yang tidak hanya bagi murid, tetapi juga guru, pimpinan, dan seluruh warga sekolah. Senge menekankan bahwa visi yang kuat dalam organisasi pembelajar harus dibangun secara kolektif, menjadi sumber inspirasi, berfokus pada pembelajaran berkelanjutan, serta selaras dengan sistem berpikir yang holistik.
Di SMK Negeri 10 Semarang, nilai-nilai tersebut menjadi dasar dalam merumuskan visi baru untuk menyongsong RKJM kedua. Visi dirancang tidak hanya untuk memenuhi kewajiban administratif, melainkan sebagai kompas bersama yang mengarahkan setiap kebijakan dan tindakan. Sekolah menyadari bahwa visi harus “hidup”—ia harus menjadi pedoman dalam menyusun program tahunan, menjadi acuan saat mengambil keputusan strategis, serta tercermin dalam praktik pembelajaran di kelas. Visi yang hidup tidak dibiarkan membeku dalam dokumen, tetapi terus dikontekstualisasikan dalam kehidupan sekolah sehari-hari.
Sebaliknya, jika visi hanya menjadi formalitas, sekolah berisiko kehilangan arah. Tidak sedikit sekolah yang memiliki rumusan visi yang indah di atas kertas, namun tidak selaras dengan kenyataan di lapangan. Visi seperti ini hanya menjadi simbol, bukan panduan. Padahal, ketika visi benar-benar terinternalisasi, ia mampu menjadi kekuatan pendorong yang sangat dahsyat. Ia akan menyatu dalam setiap percakapan, setiap rapat, dan bahkan dalam tindakan paling kecil sekalipun.
Untuk memastikan bahwa visi berkembang secara bertahap dan terukur, Quinn et al. (2019) menawarkan kerangka evaluasi bernama School Conditions Rubric, yang mengklasifikasikan tingkat kematangan visi menjadi empat level: Terbatas, Mulai Berkembang, Mulai Berprogres, dan Mapan & Terimplementasi. Saat ini, SMK Negeri 10 Semarang berada pada level Mulai Berprogres, yaitu tahap di mana visi sudah mulai digunakan dalam praktik, meskipun masih ada ruang untuk penyelarasan dan penguatan. Target jangka menengah sekolah adalah mencapai level Mapan & Terimplementasi pada akhir RKJM kedua, di mana visi benar-benar menjadi roh dalam seluruh aktivitas sekolah.
SMK Negeri 10 Semarang berupaya untuk merumuskan visi baru yang dirumuskan untuk tahun 2026 yaitu:
“Menjadikan SMK Negeri 10 Semarang sebagai komunitas pembelajar yang unggul, adaptif, dan berkarakter, yang menumbuhkan semangat kolaboratif untuk menciptakan pembelajaran bermakna dan berkelanjutan demi mewujudkan generasi berdaya saing global dan berakar pada nilai-nilai kearifan lokal.”
Visi ini mengandung elemen idealisme yang kuat, namun tetap relevan dengan konteks lokal dan kebutuhan global. Ia kredibel, karena dirumuskan melalui proses kolektif. Ia atraktif, karena menyuarakan semangat inovasi dan kolaborasi. Ia kolektif, karena melibatkan banyak pemangku kepentingan. Ia inspiratif, karena menumbuhkan harapan dan semangat perubahan. Dan yang paling penting, visi ini selaras dengan sistem berpikir, memperhitungkan hubungan antara budaya lokal, standar kurikulum, dan dinamika pendidikan global.
Akhirnya, perjalanan membangun visi bukanlah tujuan akhir, tetapi awal dari langkah besar menuju transformasi pendidikan yang bermakna. Di tengah kompleksitas tantangan yang dihadapi dunia pendidikan saat ini—dari perubahan teknologi, pergeseran paradigma belajar, hingga dinamika sosial-budaya—sekolah membutuhkan arah yang jelas dan kokoh. Visi itulah kompasnya. SMK Negeri 10 Semarang berupaya menyusun kompas itu bersama. Kini saatnya melangkah lebih jauh dengan semangat kolektif, menjadikan visi bukan hanya slogan, tetapi energi yang menggerakkan setiap denyut kehidupan sekolah.
Mari bersama-sama menjadikan visi ini sebagai cahaya penuntun, bukan hanya dalam menyusun program kerja, tetapi juga dalam setiap langkah kecil yang dilakukan guru, siswa, kepala sekolah, dan seluruh warga satuan pendidikan. Karena sekolah yang hebat bukan hanya memiliki visi, tetapi juga hidup di dalamnya.
Penulis : Ardan Sirodjuddin, M.Pd, Kepala SMK Negeri 10 Semarang dan Fasilitator Pembelajaran Mendalam BBGTK Jawa Tengah.
Mantap
Visi langsung Bernuansa Deep Learning
Beri Komentar